Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tetangga Depan Rumah

30 Desember 2022   21:45 Diperbarui: 30 Desember 2022   21:53 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doc :https://travelingyuk.com/

Hampir 5 tahun aku tinggal di perumahan ini. Tetangga-tetangga yang ramah, fasilitas lengkap dan aman dari maling karena hampir di segala penjuru diletakkan CCTV.

Awalnya di blok ini ada 2 unit rumah yang  belum terisi, rumah yang kini kutempati dan rumah yang ada di depannya. Dari luas tanah dan bangunan hampir sama, namun untuk desain aku lebih suka rumah yang akhirnya jadi milikku ini.

Beberapa kali kulihat ada yang menempati rumah di depanku, rumah bercat biru muda itu memang hanya disewakan, tidak untuk dijual. Namun, mereka yang pernah mengisi rumah itu tidak pernah bertahan lama. Ada yang hanya 6 bulan bahkan yang Cuma sebulan pun ada. Entah apa alasannya, yang pasti mereka pergi tanpa sempat berpamitan lagi pada tetangga sekitar.

Aku baru beberapa kali melihat pemilik aslinya, seorang wanita tua yang kutaksir usianya sudah mencapai kepala tujuh. Ia selalu datang seorang diri. Setelah kuperhatikan jadwal kedatangannya, biasanya setahun sekali.

Jika datang, biasanya ia membawa sebuah bungkusan berukuran sedang, kemudian akan menghabiskan waktu berjam-jam dalam rumahnya. Aku tak tahu apa yang dilakukannya di dalam sana, karena aku hanya bisa memantau dari jendela ruang tamuku. Mungkin wanita itu membersihkan bagian dalam rumah atau memeriksa bagian-bagian yang harus diperbaiki. Banner yang menempel di pagarnya menunjukkan bahwa ia memang masih terus mencari penyewa untuk rumah itu sehingga wajar bila ia harus menjaga kondisinya. Tapi mungkin jauh lebih pantas jika yang membersihkan rumah ini adalah anak-anaknya, mengingat usia ibunya sudah tak muda lagi.

Para tetangga yang sudah mengenalnya sejak dulu tak pernah lagi disambangi. Rumor yang beredar, sejak suaminya meninggal dunia, anak-anaknya memutuskan untuk menjual rumah itu, namun si ibu menolak, dengan alasan rumah ini satu-satunya peninggalan ayahnya. Akhirnya diambil jalan tengah, rumah itu tak dijual namun hanya disewakan. Dan si ibu diajak tinggal bersama anak-anaknya.

Sampai pada kejadian itu, tanpa sengaja kami berpapasan di depan rumah, saat ia turun dari mobilnya lalu membuka pagar. Sebagai tetangga kutawarkan bantuan. Wanita itu menolak, sorot matanya terkesan curiga. Sumpah, rasanya menyesal sudah menyapanya.

Aku langsung masuk ke rumah, menghempaskan rasa kesal karena kejadian itu. Diam-diam aku mengamatinya dari jendela, karena rasa penasaran yang cukup besar aku pun bergerak ke luar dan mendekati pagarnya.

Samar-samar kudengar wanita itu menyanyikan lagu selamat ulang tahun.

Astaga, apa ini? Aneh sekali menyanyikan lagu ulang tahun tanpa ditemani siapa-siapa. Pikiranku langsung tertuju pada bungkusan yang wanita itu bawa saat kami berpapasan tadi. Mungkinkah itu kue ulang tahun? Apakah wanita itu tengah berulang tahun dan ingin merayakannya seorang diri di sini? Segala macam dugaan memenuhi isi kepala, rasa penasaran makin membabi buta. Walaupun sebenarnya aku takut ada tetangga lain yang melihatku melakukan ini, karena tiap rumah selalu memasang CCTV yang mengarah ke jalan, atau sialnya, jika wanita tua itu sadar ada seseorang yang menguntitnya karena curiga. Pikir belakangan, yang penting aku tidak sampai mati penasaran.

Aku pun memutuskan untuk tetap berdiri di pagar rumah itu, menunggu kejutan selanjutnya. Benar saja, kurang dari 10 menit setelah wanita itu selesai bernyanyi, ia seakan tengah bicara pada seseorang.

"Selamat ulang tahun, Pa. tetap di rumah ini, ya. Jangan kemana-mana."

 

-selesai-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun