Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mukena Mendiang Anak Pak Kyai

3 Desember 2022   09:29 Diperbarui: 3 Desember 2022   09:31 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://beritagar.id/

"Husst, nggak boleh suudzon. Belum tentu yang kamu lihat itu orang,"

"Ya jelas bukan orang dong, Bu. Tapi udah jadi set ...,"

Nuning cepat-cepat menutup mulut Gina dengan telapak tangannya.


*

Hari kembali malam, Nuning dan Wiyoko sengaja tak tidur cepat seperti hari sebelumnya. Ketiganya berkumpul di ruang tengah sambil bercerita tentang masa kecil Nuning di desa ini. Gina begitu bersemangat mendengarkan kisah ibunya yang juga anak semata wayang, sama seperti dirinya.

"Ada cerita horor nggak waktu ibu kecil?" tanya Gina.

"Horor? Kamu berani dengarnya? Nanti nangis lagi," ledek ibunya.

"Kan cuma cerita, berani lah. Ayo, Bu!"

Nuning diam beberapa saat, mencoba mengingat-ingat kisah horor di desa ini.

"Jadi begini, dulu ada sebuah rumah yang dihuni seorang Kyai beserta keluarganya. Sebagai seorang Kyai, beliau selalu mengingatkan anaknya untuk sholat, bahkan sampai membelikan mukena yang sangat bagus dengan harga yang cukup mahal. Namun, anaknya tetap melawan. Sampai akhirnya anak Pak Kyai itu meninggal dunia. Setelah kematian anaknya, Pak Kyai sering sakit-sakitan, merasa bersalah karena tidak memaksa anaknya untuk beribadah sampai ajal menjemputnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun