Satu, dua, tiga suap, sukses merapat ke tenggorokan. Boni tak  berkomentar, bahkan tak bisa lagi berkata-kata. Oseng Mercon ini sangat nikmat di indera pengecapnya. Semua bumbu meresap sempurna di daging sapi yang empuk luar biasa. Pedas, manis, asin, dan gurih, berpadu menjadi satu. Selain itu, rasa ketumbarnya pun cukup dominan. Ditambah dengan jahe, sehingga tak ada rasa amis saat menikmatinya.
Boni tak memiliki kata lain untuk memuji masakan Andin. Terlalu sempurna.
Sejak hari itu, mereka semakin dekat, sampai tiba di masa kelulusan. Keduanya tak pernah punya ikatan istimewa, hanya rasa ingin saling melengkapi sebagai bukti bahwa ini bukan hubungan biasa.
"Kamu mau ke Jakarta, nggak?" tanya Boni selepas acara wisuda.
"Kalau aku ke Jakarta, ibu sama siapa?"
"Kita kerja di Jakarta, sebulan sekali aku antar kamu pulang."
"Kenapa nggak kamu aja kerja di sini? Banyak lapangan kerja,"
"Tidak akan tercukupi, orang tuaku di Jakarta. Pendapatan di Jogja tidak bisa menutupi semua mimpiku yang ingin aku realisasikan untuk mereka,"
"Sama, aku juga. Apalagi ibu tinggal sendiri, cuma aku teman ceritanya,"
Boni gamang, memilih antara bersabar atau kecewa dengan alasan Andin. Namun kedua orang tuanya sudah mendesaknya untuk pulang. Dengan sangat hati-hati Boni berpamitan, ia meminta Andin menunggunya kembali ke Jogja untuk merencanakan masa depan yang selama ini belum pernah berani ia sampaikan.
"Ndak apa-apa. Kalau memungkinkan, dan Gusti memberi jalan, aku yang akan ke Jakarta, membawa ibu dan resep ini, aku akan membuka lahan bisnis dan menemuimu," jawaban terakhir Andin saat itu.