Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Caraku yang Berbeda

2 September 2022   19:18 Diperbarui: 2 September 2022   19:21 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Lho ya, nggak apa-apa, ada mbak Diani kok. Iya kan mbak An?" Tria memintaku merespons balasannya.

"Iya, nanti aku sama mas Huda mewakili Tria." Jawabku.

Lima menit, sepupuh menit, setengah jam, hingga beberapa jam selanjutnya, tak ada satu pun yang memberi komentar. Hal-hal semacam ini seringkali terjadi. Mungkin mereka tidak menganggapku ada. Sakit hati? Sudah lupa rasanya.

Mas Huda, suamiku, selalu memintaku tak usah terlalu ambil hati, tapi aku pun kesal, dia juga salah satu pemicu aku diasingkan di keluarga ini. Jika saja mas Huda bekerja, mungkin aku bisa melakukan hal yang sama seperti Tria. Namun, sayangnya, kini aku yang jadi tulang punggung dalam pernikahan ini.

Aku dan Mas Huda menikah dalam kondisi keuangan yang sangat sederhana. Tidak ada pesta, hanya akad nikah kemudian kami menyewa sebuah kamar hotel bintang tiga untuk dua malam sebagai bulan madu ala kadarnya. Kami tidak punya foto pernikahan bagus seperti Tria dan suaminya. Hanya ada beberapa foto akad nikah yang diambil saudaraku-saudaraku dengan ponsel pribadinya. Di ruang tamu kami hanya terpasang foto kedua orang tuaku saat menikah dulu, foto Tria dan suaminya di Gedung acara resepsi mereka, dan foto Tria saat wisuda. Sakit hati seakan sudah menjadi teman akrabku.

Sejak kecil aku memang sulit brpisah dari mama. Mungkin hanya sugesti, tapi selalu saja muncul keluhan-keluhan di badan, entah demam, atau lainnya jika kami berjauhan. Tapi sebenarnya bukan itu yang utama, tapi aku hanya ingin memastikan mama aman bersamaku. Aku bisa melihatnya 24 jam penuh. Aku bisa memantau kesehatannya tanpa ada jam-jam yang terbuang sia-sia. Aku bisa tahu kapan mama membutuhkan tenagaku untuk membantunya, karena memang hanya itu yang aku punya.

Ada sebuah kejadian yang membuatku sangat terluka. Mama bercerita ke salah satu keponakannya bahwa ia sakit, mengeluhkan lambungnya yang terasa perih hingga sulit untuk bernapas. Saat itu juga ku bawa mama ke klinik terdekat, yang biayanya masih terjangkau dengan sisa gaji yang ada.

Tiba-tiba sepupuku menelepon.

"Kalau tahu mamamu sakit, bawalah periksa, sudah berapa hari sakitnya, jangan sibuk sama rumah tanggamu aja. Kan kalian tinggal sama-sama."

"Sudah aku bawa, Mbak. Tapi mungkin obatnya nggak mempan. Mama dikasih generik sama dokternya."

"Mamamu nggak bisa ke dokter umum, bawa ke spesialis. Nggak ada uang?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun