Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Di Mata Tuhan Semua Manusia Sama, di Mata Pelayan Semua Tamu Sama

21 November 2019   23:43 Diperbarui: 21 November 2019   23:41 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pelayan Restoran. Tugas utamanya ya melayani. Sejak tamu itu datang, makan & minum, sampai mereka pulang. Menjadi pelayan itu lebih banyak ngenesnya daripada enaknya. Sebutan pelayan di Indonesia itu (terkadang masih) dianggap nista banget. Bukan baper, guys. Hikssss... Tapi itu yang memang gue dan temen-temen seprofesi rasakan. Tatapan mereka yang kadang merendahkan banget itu, sumpah, kadang bikin emosi sesaat. Untung gue nggak punya darah tinggi, kwkwkwkw.

Di resto tempat gue kerja itu kan ada kitchen, grill, dan bar. Tempat dimana makanan & minuman diproduksi. Dan tugas gue ini adalah waiter alias pelayan. Jadi gue fokus di pemesanan makanan dan penyajian makanan sampai ke meja tamu. Jadi proses lama memasak itu jadi tanggung jawab kitchen dan grill.

Nah, jadi begini ceritanya.

Restoran tempat gue kerja itu kan konsepnya Casual Dining menuju  Fine Dining, nih. Jadi owner gue rada becanda gitulah pola pikirnya kwkwkwk. Sistem yang dipakai itu : makanan ada yang sudah ready on display dan ada yang harus dimasak baru di kitchen atau grill. Tamu bisa langsung pilih makanan apa yang mereka mau kemudian bagian display crew langsung panaskan di microwave. Tapi kalau tamu mau makanan yang baru dimasak, gue akan bilang itu prosesnya agak lama. Bisa 15 menit. Karena dapur kami kecil juga koki cuma 2 orang di tiap shift (kami ada 2 shift setiap hari).

Kasusnya :

Tamu A ini baru datang. Resto tempat gue kerja selalu ramai di jam makan siang. Dan si tamu A ini pilih makanan yg tidak ready di display. FYI, pesanan dia banyak karena untuk 8 orang. Ok, gue jelaskan sama dia, "Pak, karena resto lagi ramai, bapak menunggu agak lama sampai makanan siap, nggak apa-apa?"

Dia jawab, "Ok!"

Langsung gue proses makanan ke kitchen dan grill (karena dia ada pesan 4 ikan bakar). Ternyata prosesnya hampir 30 menit. Gue udah bolak - balik check itu makanan sudah siap atau belum. Ternyata siang itu memang pesanan di luar display lebih banyak. Gue tergopoh-gopoh penuh peluh antar makanan si bapak dengan jantung deg-deg serrr.

Finally , si bapak bukannya senyum malah ngamuk dengan derasnya. Eh, dengan kerasnya. Itu kondisi full seat. Hampir 99 orang ngeliatin gue (karena kapasitas resto 100 seat. Jadi cuma 99 yang ngeliatin gue. Dan si bapak itu adalah orang ke 100 dan dia bukan cuma ngeliatin tapi maki-maki gue.)

Rasanya saat itu gue... Happy! Ya enggaklah. Gue malu, mau nangis. Pengen poop di celana, bukan pipis lagi.

Di situ pula ada manager gue yang super duper galak dan hobi bentak karyawan di depan tamu.

Tamu A : Kamu nggak bilang ke saya tadi kalau sampai satu jam makanan saya baru datang.

Gue : Maaf, pak. Kondisi rame sekali. Jadi semua ikut antrian. Tapi ini baru 30 menit. Saya minta maaf ya, pak.

Tamu A : Apanya yang 30 menit? 1 jam saya di sini. Mau bohong kamu?

Gue : ini pak kelihatan di checker ada waktunya dari saya input pesanan bapak ke system.

Tamu A : Halah!!! (Sambil rada nahan malu terus duduk dan nggerutu tapi nyuap nasi ke mulutnya)

Manager : Tol*l banget kamu. Ngapain aja dari tadi? Kamu tahu nggak sih dia siapa?

Gue : Tamu, pak. (Jawaban paling polos dan blo'on yang muncul di pala gua)

Manager : B3go!! (dengan suara lantang dan sukses mancing belasan tamu kembali ngeliatin gue). Semua yang ke sini memang tamu. Dia itu orang perwakilan kabupaten ...... Dia itu temennya owner.

Gue : Tapi pesanan dia memang belakangan dibanding tamu lain, pak. Saya nggak bisa paksa orang grill untuk dahulukan dia. Bapak yang ajarin saya kalau semua harus sesuai antrian di sistem.

Manager : Iya, memang. Tapi kondisikanlah. Kalau saya ditegur owner, kamu saya kasih SP 1.

Ok, gue merasa entah saat itu. Gue masih nggak merasa salah. Gue cuma mikirin kalau kena SP 1 artinya ada hak gue yang dikurangi. Tapi gue kan nggak bisa apa-apa. Terima saja. Ya, memang harus begitu.

Nggak cuma tamu, bahkan manager sendiri nggak bisa memposisikan anak buahnya dengan sedikit berharga.

Dari pengalaman gue di tempat lama. Kalau ada tamu complain ke waiter, manager akan dengerin keluhan tamunya dulu sampai selesai. Ajak waiter ke kantor. Ajak bicara waiternya. Dalam kondisi tenang pasti lebih mudah dapat solusi. Ye gak?

Kemudian gue nggak langsung lepas tangan sama meja si tamu A. Karena itu meja kan gue yang handle dari awal. Si bapak itu tetap judes sambil sesekali bilang, "nggak akan balik ke sini lagi, kapok. Lama pelayanannya. Mendingan di restoran sana. Bla ... Bla...bla...." Bodo amat.

Nggak sedikit tamu yang mau sabar nunggu. Tapi banyak juga yang selalu mau didahulukan. Padahal dia datangnya belakangan. Mungkin karena ngerasa punya jabatan atau ngerasa dia datang bawa uang banyak, jadi wajib dapat yang terbaik. Dia lupa, tamu lain yang datang juga punya visi dan misi  yang sama saat datang ke tempat makan. (ceileh kayak capres aja pake visi-misi).

Dan kami; mereka dan gue, yang bertugas sebagai pelayan, selalu berusaha kasih pelayanan terbaik yang kami bisa. Sedikit manusiawi nggak akan mengurangi rejeki kalian (read : tamu) kok. Datang lebih awal kalau terlalu lapar, jangan paksakan diri untuk minta diberi pelayanan lebih jika hal itu tidak memungkinkan. Bijaklah dalam bersikap, niscaya anda  akan lebih dihargai banyak orang. (Fatwa Babu resto)

Semoga bapak-bapak yang ngamuk waktu itu baca postingan gue ini. Dan ngerasa kalo gue emang lagi ghibah'in dia wkwkwkkw.

Terima kasih sudah mampir, monggo dikomentari jika ada yang mau berdiskusi.

Tabik!

*check post sebelumnya kalau bingung sama curhatan gue yang ini kwkwkwkwk

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun