Tapi..
Sudut mata kananku menarik lebih tajam ke rindangan pohon kresen yang jaraknya tak lebih dari lima belas langkah tegap dari anak-anak ‘kelas numerik pohon kemiri’. Lipatan dahi pertanda kompleksnya ilmu yang sedang dipelajari memang samar terlihat. Tapi seriusnya guru memberikan penjelasan, mendorong saya untuk menguping lebih dekat.
“Persamaan dua faktor dengan sistem eliminasi….,” suara jernih tercuap dari Pak guru.
“Oh, berarti ini juga kelas numerasi,” simpulku dalam hati.
Aku duduk sebentar pada ujung dudukan semen yang rapih melingkari pohon kresen sebesar pelukan anak esempe tersebut. Buku matematika yang diletakkan begitu saja di sampingku, kuraih. Jemariku seolah dimagneti untuk langsung membuka halaman prakata.
Di alinea kedua, pelan-pelan kubaca:
“Matematika sering kali dianggap pelajaran yang sulit dan kurang relevan dalam kehidupan. Padahal hakikatnya, konsep dan prinsip matematika justru dekat dengan kehidupan sehari-hari.”
“Hore…,” teriak kecilku mengusik keseriusan Pak guru dan siswa.
Aku segera beranjak agar tak menimbulkan kegaduhan yang lebih.
“Berarti metode yang kami lakukan mulai mengamini apa yang ditulis dalam buku tersebut”, benakku bergumam pada mulut yang berseru hore tadi.