Mohon tunggu...
Tobasatu
Tobasatu Mohon Tunggu... -

Berita Medan Hari Ini

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Racun Siapa Membunuh Mirna

21 Januari 2016   19:39 Diperbarui: 16 Juni 2016   15:10 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“seorang perempuan tewas akibat minum kopi yang dicampur sianida” begitu yang saya baca pada sebuah media elektronik.

Ketika mendengar kata sianida, saya langsung teringat pada tokoh rekaan Paulo Coelho dalam novelnya Winner Stands Alone. The Winner Stands Alone sama sekali bukan kisah percintaan. Tapi Paulo, hendak menggambarkan kepada kita tentang kesuksesan sebagai racun yang penuh godaan.

Kisah dimulai oleh seorang tokoh, Igor Malev, pengusaha sukses di bidang telekomunikasi, yang sangat mencintai Ewa. Demi perempuan ini, ia rela melakukan segalanya, sekalipun itu berarti menghancurkan sebuah kehidupan. Namun di pertengahan jalan, pernikahan mereka yang sebenarnya sangat sempurna dan menjadi impian banyak pasangan, berada di titik nadir. Ewa memilih meninggalkan Igor karena merasa telah menjadi tawanan kesuksesan dan ambisi seorang veteran perang.

Sayangnya bagi Igor kepergian Ewa merupakan pengkhianatan yang harus dibalas setimpal dan meyakinkan, apapun resikonya. Ada banyak cara lain untuk membuat sebuah dunia tamat, menghancurkan satu semesta, dan wanita yang ia tuju akan langsung memahami pesannya begitu korban pertama ditemukan.Kemudian Igor menyusun rencana ‘sederhana’ yaitu mengirimkan sinyal kematian pada Ewa.

Di bagian akhir novel ini, Igor membunuh salah satu korbannya dengan zat beracun yang dapat mempengaruhi organisme dalam waktu singkat. Peristiwa dalam novel ini tentu saja mengajak kita ‘bernostalgia’ pada kasus Munir Said Thalib, pejuang Hak Asasi Manusia dan aktivis Kontras yang dibunuh pada tahun 2007 silam, dengan zat sejenis dan memiliki fungsi yang sama: pembunuhan cara cepat namun sulit dideteksi.

Igor Malev, menggunakan zat beracun: hidrogen sianida. Dengan aroma kenari, dan sama sekali tidak terlihat berbahaya. Zat tersebut diselipkan ke dalam kartu ucapan. Ketika kartu dibuka, hidrogen sianida terjadi kontak dengan udara, lalu berubah menjadi gas, dan dalam sekejap aroma kenari akan memenuhi ruangan. Lalu korban sadar jantungnya berdegup kencang, ia tak sanggup lagi berdiri, dan terduduk lemas. Gejala berikutnya adalah rasa pening luar biasa dan kesulitan bernafas diikuti rasa ingin muntah. Pada tahap ini, jika dosis yang diberikan sedikit, setidaknya korban dapat bertahan selama 5 atau 6 jam. Ia tersadar, rubuh, tapi masih dapat merasakan sakit yang luar biasa. Akan tetapi dalam kasus Igor Malev, ia memesan agar zat tersebut diberikan dosis sekuat mungkin. Maka dalam hitungan menit paru-paru si korban akan berhenti bekerja, tubuhnya kejang-kejang, jantungnya akan berhenti memompa darah, dan akhirnya berujung dengan kematian. Tanpa rasa sakit. Penuh belas kasih. Manusiawi.

Kejahatan seperti racun yang menyebar dengan cepat, kebaikan seperti obat yang membutuhkan waktu agar efeknya dapat terlihat.

Sementara itu di sebuah café yang terletak di bilangan ibukota Jakarta, seorang perempuan tergeletak dengan mulut penuh busa Beberapa saat kemudian, ia menghembuskan nafas terakhir seketika setelah meminum sedotan pertama es kopi jenis Vietname. Senin 6 January 2016, Wayan Mirna Salihin telah pergi, menyisakan sederet panjang tanda tanya sekaligus misteri. Dugaan pertama, adalah pembunuhan dengan menggunakan sianida.

Siapa pembunuhnya? Sampai saat ini belum diketahui. Akan tetapi dari hasil penelitian yang diperoleh dari Pusat Laboratorium Forensik (PUSLABFOR), ditemukan kandungan zat beracun di dalam kopi yang diminum Mirna. Racun yang diduga sianida tersebut mengendap di lambung, dan dalam sekejap membunuh targetnya. Menurut Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan, kadar racun yang menewaskan Mirna lebih kuat ketimbang racun yang merenggut nyawa Munir.

Arsenik, sianida ataupun hidrogen sianida merupakan alat pembunuh favorit yang digunakan pelaku kejahatan untuk melenyapkan targetnya. Selain prosesnya berlangsung sangat cepat, racun mematikan ini juga tidak sulit didapat di pasar bebas. Sianida biasa digunakan di pabrik baja, serta dalam produksi pakaian, kertas dan plastik, sedangkan arsenik sering digunakan untuk membasmi hama pada tanaman juga dunia pertambangan. Tapi yang jelas, keduanya merupakan jenis racun yang sangat ampuh untuk mengacaukan sel menerima oksigen dalam tubuh.

Zat beracun ini juga merupakan pilihan Hitler ketika ia dan Eva Braun bertekad mati di dalam bungker. Ia bahkan memerintahkan dokter pribadinya (Dr. Morrel) merancang sianida (berupa cairan berwarna kuning) menjadi kapsul-kapsul kecil berbahan kaca tipis, dan kemudian ia berikan pada seluruh staf-staf terdekatnya.

Saking cepat dan kuatnya efek yang ditimbulkan racun ini, hingga Hitler menyebutnya sebagai alat bantu melepaskan penderitaan, dan ‘hadiah’ perpisahan yang lebih baik yang dapat mengantarkan ke tempat peristrahatan abadi.

Hari-hari ini tampaknya membuat pekerjaan rumah pihak kepolisian semakin menumpuk. Di mana kasus ‘papa minta saham’ belum tuntas, kemudian kasus Chiropracty yang memakan korban, ledakan bom di tengah kota, ditambah lagi kasus Mirna.

Satu hal yang perlu diingat, Mirna bukan ‘tokoh’ penting yang memegang posisi decisison maker dalam pemerintahan. Mirna bukan aktivis seperti Munir, tetapi ia di-munir-kan. Ia hanya rakyat biasa, bukan politisi. Ia tak punya musuh, hanya lawan dan beberapa saingan. Kalaulah semudah itu Mirna bisa dilenyapkan, lantas bagaimana dengan kita?

Tak perlu berspekulasi tentang apa motif di balik tewasnya Mirna. Sebab hanya akan memperkeruh suasana yang dapat menyebabkan kasus ini semakin jauh dari rumusannya. Namun sebaliknya, kita percayakan kisruh ‘sianida’ pada pihak berwenang agar melakukan tugas sebaik-baiknya sehingga masyarakat dapat kembali menghirup udara tanpa khawatir dihantui iblis berkedok manusia.

Selain itu kita tentu sangat berharap agar penyelidikan terhadap kasus ini tidak membentur tembok. Adapun dengan siapa yang nantinya bertanggung jawab atas kematian Mirna, pelakunya harus diseret ke depan hukum, diproses seadil-adilnya. Oleh karena itu polisi harus terus bergerak mengusut kasus penyebar maut. Bukti-bukti sudah di tangan, saksi sudah tertulis dalam daftar, semoga kasus mengerikan ini bisa diungkap tuntas dan tandas. Sebab kejahatan seperti racun yang menyebar dengan cepat, jangan biarkan ia menyelimuti negeri ini.

 

Tulisan ini dimuat di tobasatu.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun