Mohon tunggu...
Toat Mucharif
Toat Mucharif Mohon Tunggu... Profesional -

Mengembalikan hidup ke asalnya yang sederhana....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Namanya Pitri

6 Maret 2019   14:41 Diperbarui: 6 Maret 2019   15:06 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hingga tak terasa, satu jam pelajaran berganti dan berganti lagi hingga saatnya istirahat.

Dengan setengah pasang muka masam yang jelas jauh dari imut tapi sok merasa imut aku sapa dia, "Hai, Pit...., gimana Bahasa inggris tadi". Sapaan getir yang sekedar basa basi namun cukup berharga bagiku. Begitu dan seterusnya aku godain dia agar selalu tersenyum, agar bibirnya yang sebetulnya tidak manis kelihatan manis dan memekarkan bunga yang sedang tumbuh di relung hatiku yang paling dalam.

Lonceng masuk kembali berbunyi dan pelajaran demi pelajaran berganti hingga akhirnya waktu pulang telah tiba.

Berjalan membawa tas kumal setengah sobek disamping Pitri gadis pujaanku adalah kebahagiaan yang tak terhingga, memekarkan bunga -- bunga di relung hati meskipun tak pernah tersiram oleh sejuknya percik air.

Kuambil sepedaku yang ku taruh disamping sepeda Daonah, tak kunaiki biar ga kena marah Kang Tarjo, penjaga sekolah yang kelihatan tua tapi sebenarnya ga tua tua amat. Berjalan kaki dengan sepeda disamping, sambil mencari Pitri, dimana gerangan dia, setelah pas lonceng pulang tadi dia langsung lari keluar.

Berdetak lumayan kencang dada ini, ketika ku lihat dia berdiri di gerbang sekolah dengan wajah kelihatan mencari seseorang. Kuhampiri dia, "Pit, nunggu siapa kamu....", sapa aku dengan dada bergemuruh antara bahagia dan salah tingkah. "Daonah, sepedaku rusak kemarin, aku mbonceng Daonah", jawab dia sesekali mata mencari sesorang, yang kuduga pasti Si Daonah.

Akhirnya Daonah datang dan Pitri berlalu seiring dengan berlalunya Daonah dengan sepedanya.

Dan, aku pulang dengan setengah bahagia, karena setengahnya kecewa harus berpisah dengan Pitri yang telah berlalu.

Kembali bersama teman-teman seperjuangan bercanda dalam bersepeda, setengah lapar karena setengahnya lupa dengan canda-canda yang terus berlalu hingga sampai dirumah ketemu nasi kluban buatan Simbok yang nikmat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun