Mohon tunggu...
Junihot Maranata
Junihot Maranata Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi pendidikan

Berhamba pada sang anak didik

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Manusia sebagai Mahluk Cerdas dan Beberapa Prinsip Belajar Bagi Anak

21 Juni 2024   08:06 Diperbarui: 21 Juni 2024   08:09 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kedua, anak sebagai hakhluk social. Sebagai makhluk sosial, anak membutuhkan sesamanya, baik yang sejenis maupun berlawanan jenis (Kej. 2:18, 24, 25). Orangtua dan anak saling melengkapi dalam kegiatan belajar sepanjang perjalanan hidup mereka. Manusia saling mengasah sebagaimana ditegaskan dalam Amsal 27:17. Setiap orangtua sangat perlu memerhatikan pergaulan anak karena hal ini akan berdampak pada kecerdasan anak. Selain itu, para orangtua juga harus sungguhsungguh mempertimbangkan suasana lingkungan yang nyaman dan kondusif dalam hubungan sosialnya. Lingkungan sosial yang nyaman dan kondusif akan menghasilkan proses belajar anak yang lebih baik. Keaktifan proses mental dalam lingkungan sosial anak harus sering dilatih sehingga menjadi suatu kebiasaan.

Dalam Alkitab Perjanjian Baru, komunitas orang percaya (gereja) sangat ditekankan dalam rangka pembelajaran (Kis. 2:42--47; Kol. 3:15--16; Ibr. 10:24, 25). Kecerdasan intelegensi dan emosional anak bertumbuh dalam iman serta interaksi komunitas yang beribadah kepada Tuhan aktif berdoa, dan saling melayani. Jadi sangat penting untuk membuat anak tinggal tetap dalam lingkungan sosial sesame orang percaya yang melayani Tuhan. Yesus mengatakan bahwa perkumpulan orang percaya merupakan wadah kehadiran-Nya (Mat. 18:19, 20). Dia datang untuk membangun jemaat-Nya di bumi (Mat. 16:18).

Ketiga, anak sebagai makhluk alam. Alam juga memengaruhi anak dalam kegiatan belajar. Kitab Amsal menegaskan agar manusia belajar kepada alam, tumbuhan dan binatang seperti semut, cicak, pelanduk, belalang, dan lain sebagainya. Yesus juga menggunakan cerita alam untuk mengajarkan Kerajaan Allah seperti penabur benih, biji sesawi, nelayan dan pukat, pembuat adonan, juga tindakan mengubah air menjadi anggur atau memberi makan lima ribu orang dengan lima roti dan dua ikan. Tuhan Yesus juga mengajar para murid di berbagai lokasi seperti di perahu, di tepi danau, di atas bukit, di rumah, di sinagoge, dan lain sebagainya. Pada malam hari, Tuhan Yesus beristirahat karena begitulah hukum alam yang harus ditaati, kita harus beristirahat. Anak-anak dapat belajar melalui interaksi langsung dengan benda-benda atau ide-ide yang ada di alam. Alam menawarkan kesempatan kepada orangtua dan guru untuk menguatkan Kembali konsep-konsep seperti warna, angka, bentuk, dan ukuran.

Keempat, anak sebagai makhluk rasional. Pikiran atau akal budi anak harus digunakan bagi kemuliaan Allah. Belajar merupakan aktivitas nalar. Pola nalar anak harus dikembangkan supaya mereka dapat memahami dengan baik dan benar. Caranya adalah dengan mendapatkan pembaruan firman Allah (Rm. 12:2). Pikiran harus dilatih untuk hal positif. Ibrani 11:1--3, 6, 8, 13 menyatakan bahwa iman adalah pengembalian rasio kepada kebenaran. Oleh sebab itu, kehidupan akademis anak harus diarahkan supaya sejalan dengan kehidupan rohani anak. Iman dan ilmu tidak boleh dipisahkan. Memisahkan kedua hal tersebut sama dengan memisahkan rasional anak dari rasional Allah. Jika hal itu terjadi, pendidik mana pun tidak akan mampu memperbaiki watak si anak.

Kelima, anak sebagai makhluk spiritual. Roh manusia aktif belajar untuk pertumbuhan imannya. Ketika roh manusia didiami, dipenuhi, dan dipimpin Roh Allah, ia semakin memahami kebenaran dan hidup sesuai kebenaran Tuhan. Roh Kudus memampukan roh manusia untuk mengerti berbagai perkara iman. Roh Kudus menumbuhkan akhlak moral (Gal. 5:22--23).

Keenam, anak sebagai makhluk yang memiliki suara hati. Anak adalah makhluk yang memiliki suara hati. Pembentukan suara hatinya sangat perlu diperhatikan dalam belajar. Kalau suara hati anak lemah, semangat dan keputusannya juga lemah. Suara hati harus disucikan oleh darah Kristus dan tunduk pada otoritas Tuhan Yesus. Suara hati harus diperkaya oleh firman Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun