Mohon tunggu...
Tyas Nisa Fadilah
Tyas Nisa Fadilah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

salah satu jalan dakwah adalah dengan penamu

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jalan Dakwah Generasi Unggul

23 Oktober 2017   13:20 Diperbarui: 23 Oktober 2017   13:38 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Generasi muda Indonesia selalu menjadi sorotan utama sebagai ujung tombak kejayaan bangsa selanjutnya. Berbagai macam himbauan, kompetisi, sanjungan, semuanya tertuju pada subjek pemuda. Begitu besar harapan bangsa pada sosok yang bernama pemuda ini. Lalu, apa kabar pemuda kita yang sebenarnya? Bermula dari sosok kecil yang bahkan tidak mengenal siapa dirinya dan untuk apa dia disini. Orangtua, saudara, teman, dan orang asing lain satu per satu merajut ikatan dengan diri ini. 

Ikatan yang pangkalnya diikat kuat oleh mereka, dan tanganku hanya meraih dan memegangnya erat. Ketika satu per satu sosok itu mulai hilang menemui takdir Sang Maha Kuasa, tak ada pilihan bagiku untuk melepas ikatan itu. Tekad kuat mulai hadir dalam diri ini untuk sekadar menyambung dan terus mengikat kuat ikatan-ikatan yang sudah ada dengan ikatan yang baru.

Terlahir di keluarga sederhana, bahkan pada usia tiga tahun sudah ditinggalkan sosok ayah yang menemui Sang Kuasa, aku mulai merajut benang ikatan itu. Semenjak Sekolah Dasar hingga jenjang mahasiswa, aku memposisikan diri agar setidaknya dapat memberikan manfaat pada orang-orang sekitarku. Semua aspek kegiatan sosial dan pendidikan yang selalu ramai diminati kalangan pelajar dan mahasiswa tampak terus bersinar. Aku juga pernah bergabung di dalamnya beberapa saat. Dan dari situ, mata ku terbuka. Ternyata ada sebuah 'lubang besar' di dalam taman bunga yang indah itu. 

Motivasi untuk masuk ke kegiatan tersebut bukan lagi murni mengabdi, akan tetapi berubah perlahan menjadi sekadar gengsi dan trend. Di luar kegiatan tersebut, para anggotanya masih banyak yang belum memiliki akhlak baik. Hang out malam yang tidak ada tujuannya, berpacaran sebebas-bebasnya, dan hal negatif lain, ternyata masih menjadi sesuatu yang wajar dilakukan oleh pemuda-pemudi bangsa kita.

Sebagai salah satu generasi muda yang sadar akan 'lubang' itu, aku mulai mencari cara untuk menutupi lubang tersebut. Dan ada satu cara yang selalu terlintas di pikiranku. Ya, lewat dakwah. Dakwah adalah satu-satunya cara untuk membuka mata mereka lewat pendektan agama. Aku mulai mengikuti serangkaian acara keagamaan, walaupun aku tidak masuk dalam salah satu organisasi keagamaan kampus. Aku hanya pernah mengikutinya sewaktu SMA. 

Namun, aku terus mencoba membekali diri lewat pembelajaran agama. Meskipun hidup di perantauan dengan biaya yang minim, aku menyisihkan beberapa rupiah sebagai anggaran membeli buku agama dan masuk ke pondok pesantren. Pagi sampai sore di kampus, dan sisa waktunya aku gunakan menuntut ilmu agama. Selain itu, aku juga menulis beberapa artikel keagamaan di situs kompasiana, dan mengisi akun sosial mediaku dengan dakwah.

Aku sadar, hal pertama yang harus dilakukan untuk berdakwah adalah dengan mendakwahi diri sendiri terlebih dahulu. Ya, dengan tholabul Ilmi ini, aku mulai membuka jalanku. Inilah yang disebut sebagai hijrah, berpindah menuju hal yang lebih baik. Dan inilah juga yang sangat dibutuhkan oleh pemuda-pemudi Indonesia. Agama adalah benteng pertama dalam kehidupan. 

Mereka bisa saja berprestasi dalam akademik, akan tetapi itu hanya menjadi 'omong kosong' jika ternyata mereka tidak memuliakan orangtuanya di rumah. Mereka bisa saja menjadi pebisnis sukses di usia muda, akan tetapi itu hanya menjadi 'angin lalu' jika ternyata mereka pelit terhadap orang yang membutuhkan. Dan mereka bisa saja menjadi penemu hebat, akan tetapi itu hanya menjadi 'sampah' jika ternyata mereka juga suka dunia malam, narkoba, dan seks bebas.

Pertama, dan sangat pertama adalah agama. Aku mendakwahkan agamaku yang damai ini dengan perubahan diriku. Akhlak yang baik akan menunjukkan kepada orang lain, bahwa belajar agama itu bukanlah hal ekstrem atau hal lain yang berkaitan dengan aliran sesat dan teroris. Aku hanya ingin menunjukkan bahwa 'tanpa Sang Pencipta, bisa apa kalian?'. Mulai saat itu juga aku merajut ikatan-ikatan baru dengan orang lain. Satu per satu mulai tertarik dengan agama. Mulai dari cara berpakaian yang lebih sopan sesuai syariat, tidak disyariatkannnya berpacaran, mabuk-mabukkan, narkoba, dan hal lainnya yang selama ini mereka anggap sebagai hal yang wajar di usia mereka.

Tak hanya di lingkungan kampus, aku juga membawa misi ini ke lingkungan tempat lahirku. Aku memang sering bolak-balik tempat perantauan dan rumah, karena aku memiliki kewajiban untuk menjaga ibuku yang sendirian di rumah. Aku mulai mengumpulkan teman-teman yang sudah berhijrah, dan membantu pemudi lain yang ingin berhijrah. Di titik ini, aku menemukan banyak hal baru. Ternyata, banyak pemuda-pemudi kita yang sebenarnya seperti berada di persimpangan jalan. 

Mereka bingung hendak melangkah ke arah yang mana. Kuliah sudah beres, pekerjaan sudah diraih, prestasi membumbung tinggi, namun ada satu hal yang membuat mereka gelisah. Ya, ketenangan hati. Selama ini mereka merasa hati mereka hampa, padahal dunia sudah berada digenggaman mereka. Kegelisahan yang tidak terarahkan inilah, yang bisa mencetak bibit-bibit pemakai narkoba, pezina, pemain judi, peminum,  dan bibit buruk lainnya. Bahkan ada juga yang mengikuti aliran sesat, menjadi teroris, karena salah dalam mengambil jalan saat terjadi kegelisahan dalam hatinya itu. Kalau sudah begini, lalu siapa yang akan disalahkan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun