Mohon tunggu...
Tyas Nisa Fadilah
Tyas Nisa Fadilah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

salah satu jalan dakwah adalah dengan penamu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Detik-detik Terakhir Kehidupan Rasulullah

28 Juli 2015   06:22 Diperbarui: 28 Juli 2015   06:22 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Setelah Rasulullah selesai menunaikan shalat subuh berjamaah dalam keadaan sakit, beliau masuk ke rumah. Allah memberi perintah kepada Malaikat Maut bahwa, “turunlah engkau kepada kekasih-Ku dengan rupa yang sebagus-bagusnya dan bersikap lemah lembutlah kepadanya dengan menggenggam ruhnya. Apabila ia telah memberi izin kepada engkau, maka barulah engkau boleh masuk ke dalam rumahnya. Tetapi apabila ia tidak memberi izin maka janganlah engkau masuk dan kembali sajalah!”

Maka turunlah Malaikat Maut (Izrail) ke dunia dengan roman rupa seorang Arab. Lalu mengucapkan salam, dan Fatimah hanya menjawab, “Hai hamba Allah, sesungguhnya Rasulullah sedang sibuk dengan dirinya!”. Kemudian Malaikat Maut menyerukan salam untuk kedua kalinya, dan Nabi mendengar suara itu, maka ia bertanya, “Hai Fatimah, siapakah itu gerangan yang berada di pintu?”
“Seorang lelaki Arab memanggil Ayah, telah aku katakan bahwa Rasulullah repot dengan dirinya sendiri. Kemudian orang itu memanggil sekali lagi dan telah saya beri jawaban yang sama, tetapi ia memandang kepadaku, maka tegak meremanglah bulu roma kulitku, takutlah hatiku, gemetar segala tulang persendianku dan pucatlah wajahku”, jawab Fatimah.

Maka Rasulullah berkata, “Tahukah engkau siapakah sebenarnya orang itu ya, Fatimah? “Tidak tahu, Ayah”, sahut Fatimah. Berkatalah Rasulullah Saw, “Itulah dia pemusnah segala kelezatan hidup, pemutus segala kesenangan, penceraiberaikan persatuan, perubuh rumah tangga, dan penambah ramainya penghuni kubur”.

Mendengar itu, menangislah Fatimah dengan tangisan yang keras, dengan penuh rasa duka yang mendalam ia pun meratap, “Wahai! Akan meninggal kiranya penutup para Nabi..wahai bencana akan berpulang kiranya orang takwa terbaik..dan akan lenyaplah pemimpin dari segala tokoh orang suci..Ah, celaka! Pasti terputuslah wahyu dari langir..akan terhalanglah aku dari mendengar kata-kata ayah mulai hari ini..dan aku tidak pernah lagi mendengarkan salam ayah sejak hari ini..”

Mengengar tangisan putrinya, Beliaupun berkata, “Ya Fatimah! Engkaulah keluargaku yang pertama kali menyusul aku”. Dan kemudian Rasulullah berkata kepada Malaikat Maut yang sedang menunggu di luar. “Silakah engkau masuk wahai Malaikat Maut!”

Setalah mengucapkan salam dan maksud kedatangannya, Rasulullah bertanya, “Ya Izrail, dimana engkau tinggalkan Jibril?” “Saya tinggalkan dia di langit dunia dan para Malaikat senantiasa memuliakannya”. Jawab Malaikat Izrail.

Tidak berapa lama kemudian, datanglah Jibril, dan duduk di dekat kepa Rasulullah. “Apakah engkau tidak tahu, bahwa perintah telah dekat?” Tanya Rasulullah kepada Jibril. “Benar ya, Rasulullah!” sahut Jibril.

“Gembirakanlah saya! Apakah gerangan kehormatan yang kiranya akan saya peroleh di sisi Allah?” Tanya Rasulullah. “Sesungguhnya pintu-pintu langit telah dibuka, dan para Malaikat telah siap berbaris berjajar menunggu kedatangan ruh engkau menuju langit. Pintu-pintu surga telah dibuka serta para bidadari telah berhias berdandan untuk menyongsong kedatangan ruh engkau”. Ungkap Jibril.

“Alhamdulillah”, jawab Nabi Saw yang kemudian berkata, “Ya, Jibril! Gembirakanlah aku, betapa keadaan umatku nanti di hari Kiamat?” “Aku beri engkau kabar gembira, bahwa Allah Swt telah berkata, “Sesungguhnya Aku (Allah) telah mengharamkan surga bagi semua Nabi sebelum engkau memasukinya terlebih dahulu, dan Allah mengharamkan pula surga itu kepada sekalian umat masnusia sebelum umat engkau terlebih dahulu memasukinya.” Jawab Jibril.

“Sekarang barulah senang hatiku dan hilang resahku” ucap Nabi Saw yang selanjutnya menghadapkan wajahnya kepada Malaikat Maut sambil berkata, “Ya Izrail, sekarang mendekatlah kepadaku!” Maka mendekatlah Malaikat Maut mengadakan pemeriksaan untuk menggenggan ruhnya Nabi Saw.

Tatkala ruh itu sampai di pusat, Nabi pun berkata kepada Malaikat Jibril, “Alangkah beratnya penderitaan maut itu!” Jibril pun tak sampai hati melihat keadaan Nabi yang dalam keadaan yang demikian itu dan ia pun memalingkan wajahnya sejenak dari memandang Rasulullah Saw.

“Apakah engkau benci melihat kepada wajahku, ya Jibril?” Tanya Rasulullah. “Wahai kekasih Allah, siapakah gerangan yang tega sampai hatinya melihat wajahmu sedang engkau berada dalam keadaan kritis sakaratul maut?” jawab jibril.

Berkata Anas bin Malik Ra, “Saat ruh Nabi Saw sampai di dadanya, beliau pun masih dapat berkata, “Aku berpesan kepada kamu semua tentang shalat dan tentang hamba sahaya yang berada di bawah tanggungjawab kamu”.

Di penghujung nafas terakhir beliau menggerakkan kedua bibirnya dua kali dan aku pun mendekatkan telingaku baik-baik, maka aku masih sempat mendengar beliau berkata dengan pelan, “Ummati! Ummati!’ (Umatku! Umatku!).

Maka dijemputlah ruh suci Rasulullah Saw dalam keadaan wajah berseri-seri dan bibir manis yang bagaikan hendak tersenyum, di pangkuan istri tercinta, Aisyah Ra pada hari Senin 12 bulan Rabi’ul Awal, yakni di kala matahari telah tergelincir di tengah hari pada tahun ke 11 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 3 Juni tahun 631 Masehi. Tetapi menurut Muhammad Khudhary dalam kitabnya Nurul Yaqin hal. 274, mengatakan bahwa Rasulullah wafat pada hari Senin, 13 Rabi’ul Awwal th. 11 H (28 Juni th. 633 M) dan Muhammada Ridha mengatakan dalam bukunya “Muhammad Rasulullah” 7 Juni 632 M.

Rasulullah wafat dalam usianya genap 63 tahun menurut riwayat yang termasyhur dan yang paling sah. Inna lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun