Mohon tunggu...
Hardiman tama
Hardiman tama Mohon Tunggu... Pilot - Siswa SMA

Do better than anyone

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Resensi Cerpen "Suap"

13 April 2021   11:45 Diperbarui: 13 April 2021   12:45 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

SUAP

A.Identitas

Judul : Suap

Penulis : Putu Wijaya

Tahun Terbit : 2008/2009

Penerbit : Jawa Pos/PT Gramedia Pustaka Utama

B.Sinopsis

Cerpen ini bercerita tentang penyuapan. Kasus ini dapat terjadi pada siapa pun, dimanapun. Para pejabat rela melakukan suap demi keinginannya tercapai. Pada cerita ini menggambarkan ketidakberdayaan tokoh "saya" untuk menolak suap. Sebenarnya tokoh "saya" ingin menerima uang tersebut tetapi hati kecilnya berkata lain. Tokoh "saya" tidak ingin menjadi buronan jika menerima uang tersebut. "saya" menjadi galau dengan uang itu, ditambah si penyuap yang tak kembali menemuinya setelah memberikannya uang. Hingga ia memutuskan untuk mengambil uang itu meskipun beresiko masuk penjara.

C.Biografi

Putu Wijaya memiliki nama asli I Gusti Ngurah Putu Wijaya yang lahir di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944. Pada masa remaja ia sudah menunjukkan kegemarannya pada dunia sastra. Saat masih SMP, ia mulai menulis cerpen dan beberapa di antaranya dimuat di harian Suluh Indonesia, Bali. Ketika SMA, ia melibatkan diri dalam kegiatan sandiwara. Setelah tamat SMA, ia melanjutkan kuliah di Yogyakarta.

Di Yogyakarta, selain kuliah di Fakultas Hukum UGM, ia juga mempelajari seni lukis di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) dan drama di Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi). Dari Fakultas Hukum UGM, ia meraih gelar sarjana hukum (1969), dari Asdrafi ia gagal dalam penulisan skripsi, dan dari kegiatan berkesenian ia mendapatkan identitasnya sebagai seniman.

Setelah kira-kira tujuh tahun tinggal di Yogyakarta, Putu pindah ke Jakarta. Di Jakarta ia bergabung dengan Teater Kecil dan Teater Populer. Di samping itu, ia juga bekerja sebagai redaktur majalah Ekspres. Setelah majalah itu mati, ia menjadi redaktur majalah Tempo (1971-1979). Bersama rekan-rekannya di majalah Tempo, Putu mendirikan Teater Mandiri (1974).

Pada saat masih bekerja di majalah Tempo, ia mendapat beasiswa belajar drama di Jepang (1973) selama satu tahun. Namun, karena tidak kerasan dengan lingkungannya, ia hanya belajar sepuluh bulan. Setelah itu, ia kembali aktif di majalah Tempo. Pada tahun 1975 ia mengikuti International Writing Program di Iowa, Amerika Serikat. Setelah itu, ia juga pernah menjadi redaktur majalah Zaman (19791985).

Ia juga mempunyai pengalaman bermain drama di luar negeri, antara lain Festival Teater Sedunia di Nancy, Prancis (1974) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985). Ia juga membawa Teater Mandiri berkeliling Amerika dalam pementasan drama Yel dan berpentas di Jepang (2001). Di samping itu, ia juga pernah mengajar di Amerika Serikat (1985 -1988).

Di samping itu, Putu juga menjadi sutradara film dan sinetron serta menulis skenario sinetron. Film yang disutradarainya ialah film Cas Cis Cus, Zig Zag, dan Plong. Sinetron yang disutradarainya ialah Dukun Palsu, PAS, None, Warteg, dan Jari-Jari. Skenario yang ditulisnya ialah Perawan Desa, Kembang Kertas, serta Ramadhan dan Ramona. Ketiga skenario itu memenangkan Piala Citra.

Selama tinggal di Yogyakarta, kegiatan sastranya lebih terfokus pada teater. Ia pernah tampil bersama Bengkel Teater pimpinan W.S. Rendra dalam beberapa pementasan, antara lain dalam pementasan Bip-Bop (1968) dan Menunggu Godot (1969). Ia juga pernah tampil bersama kelompok Sanggar Bambu. Selain itu, ia juga (telah berani) tampil dalam karyanya sendiri yang berjudul Lautan Bernyanyi (1969). Ia adalah penulis naskah sekaligus sutradara pementasan itu. Naskah dramanya itu menjadi pemenang ketiga Sayembara Penulisan Lakon yang diselenggarakan oleh Badan Pembina Teater Nasional Indonesia.

Karena kegiatan sastranya lebih menonjol pada bidang teater, Putu Wijaya pun lebih dikenal sebagai dramawan. Sebenarnya, selain berteater ia juga menulis cerpen dan novel dalam jumlah yang cukup banyak, di samping menulis esai tentang sastra. Sejumlah karyanya, baik drama, cerpen, maupun novel, telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Jepang, Arab, dan Thailand.

D.Kelebihan

1) Unsur Intrinsik

*Tema: Persuapan yang sering terjadi di negara kita tercinta

*Tokoh: Saya, Penyuap, Anak, Istri, Anak tetangga, Tetangga

*Penokohan:

a)Saya: Digambarkan secara dramatik memiliki sifat jujur, tapi juga tidak tidak teguh pendirian "Maaf tidak bisa. Tidak mungkin sama sekali...""...Tak menolak dengan tegas, berarti saya sudah menerima. Ketidakmampuan saya untuk tidak segera menolak, karena kurang pengalaman..."

b)Penyuap: memiliki watak licik "Lalu dia mengulurkan sebuah cek kosong yang sudah ditandangani..."

c)Anak: Memiliki sifat jahil dan keingintahuan yang tinggi "...Tapi sebelum tertangkap. Anak itu mengubah tujuannya. Dia mengelak dan kemudian mengambil kedua amplop..."

d)Istri: Tergambarkan secara tersirat bahwa memiliki sifat jujur "...Aku tidak mau abang memaksa diri menerima suap hanya untuk menyenangkan hatiku..."

e)Anak tetangga: Memiliki sifat jujur, penurut, polos "Seorang anak tetangga, teman main anak saya mangacungkan kedua amplop itu..." "...baru dia suruh anaknya supaya menyerahkan kepada saya..."

f)Tetangga: Memiliki sifat licik "...Dia temukan amplop itu, lalu gantikan isinya, baru dia suruh anaknya..."

*Alur: Maju yang mudah dipahami dan memikat pembaca

*Latar: di pemukiman warga dengan ekonomi menengah kebawah

*Sudut Pandang: Orang pertama pelaku utama, sehingga pembaca merasa didalam cerita

*Amanat: Bersikap jujur, berani menolak hal yang salah, dan teguh pada pendirian.

2) Kebahasaan

*Menggunakan bahasa sehari-hari sehingga mudah dipahami pembaca

E.Kelemahan

*Banyak kosa kata tidak baku

*Penggunaan kalimat kurang baku

*Terdapat kata-kata kasar

F.Simpulan

Kesimpulannya, cerpen "Suap" layak untuk dibaca. Terdapat banyak pelajaran yang bisa kita pelajari dari cerpen tersebut. Buku ini ditujukan kepada pejabat yang sering melakukan suap, sehingga diharapkan setelah membaca ini para pejabat mendapat pencerahan dan tidak melakukan suap lagi. Dan juga bisa dibaca oleh anak-anak untuk mengedukasi bahwa suap merupakan tindakan yang tidak baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun