Pilkada serentak 2018 telah berakhir dengan damai, ajang demokrasi ini menjadi warming-up perhelatan pesta demokrasi yang lebih besar yaitu Pilpres 2019. Mendekati Pilpres, dengan sentuhan-sentuhan nuansa agamis, kelompok oposisi pemerintah  mulai mengkritisi dan mempolitisir semua kebijakan pemerintah secara membabi buta. Cara  ini merupakan strategi politik untuk menciptakan kondisi yang menggambarkan (fiksi) seolah-olah ada anomali yang akan berujung krisis serta mendikotomikan antara yang Agamis dan Nasionalis dalam pemerintahan Jokowi sehingga layak #Presiden Ganti 2019. Tetapi apakah strategi tersebut akan berhasil ??. Â
Berkaca dari Pilkada serentak yang hasilnya diberbagai daerah, ternyata kandidat-kandidat yang didukung Partai Kelompok Oposisi dengan pendekatan (jualan) agamisnya tidak laku juga diberbagai daerah, misalnya Jawa Barat yang tadinya  diperkirakan sebagai barometer kemenangan Oposisi, ternyata dimenangkan oleh Ridwan Kamil dan Jawa Tengah Ganjar Pranowo-Taj Yasin.Â
Melihat Pilkada tersebut, ternyata rakyat juga  memiliki logika politik tersendiri, artinya sepanjang tidak ada politik uang yang akan menyandera dan memasung hak politiknya untuk memilih kandidat tertentu, rakyat memiliki rasionalitas tersendiri tentang mana kandidat yang baik mana benar dan patut dipilih, sebagaimana di Makassar yang dimenangkan kotak Kosong, ternyata jualan Agama tidak efektif karena menurut rakyat urusan masuk ke Sorga itu urusan pribadi-pribadi dan tidak ada hubungannya dengan urusan politik .Â
Melalui peta politik Pilkada maka dapat dikatakan bahwa tidak ada dikotomi antara yang agamis dengan yang nasionalis, yang  agamis ternyata banyak yang Nasionalis dan yang Nasionalis banyak Agamis, dan bagi rakyat Jokowi adalah figur yang berjiwa Agamis dengan tubuh  Nasionalis dan tetap menjadi figur #Presiden pilihan 2019.
Revolusi Mental Jokowi "ASAL BAPAK SENANG" menjadi "ASAL RAKYAT SENANG"
Salah satu hal yang menarik yang menjadi rasionalitas seorang Jokowi  #tetap Presiden 2019 menurut rakyat adalah gagasannya tentang "revolusi mental" yang dicanangkan pada awal pemerintahannya. Ternyata ide ini tidak hanya sebagai sebuah jargon-jargon politik. Â
Jokowi sebelum melemparkan ide merevolusi (merubah secara mendasar) mental anak bangsa, telah terlebih dahulu merevolusi mentalnya sendiri. ia telah meninggalkan warisan gaya-gaya pemimpin  feodal yang hanya ingin mendengar laporan para Menteri dari Istana menjadi langsung mencek laporan  langsung ke rakyat, ia merevolusi gaya-gaya Presiden yang ingin disungkemin para pembantunya sebagai Presiden menjadi Presiden yang sungkem ke Rakyat.Â
Jokowi juga telah merevolusi gaya "Asal Bapak Senang" menjadi #Asal Rakyat Senang, dengan langsung bertatap muka ke rakyat dan turun blusukan memeriksa langsung persoalan-persoalan di  masyarakat. Revolusi mental Jokowi akan menjadi Paradigma Baru Indonesia Jaya. Bagi Jokowi tidak perlu disenangi Orang Gedongan (Oposisi), baginya yang penting #Asal Rakyat Senang.
#Jokowi Presiden 2019
Sangat sedikitnya tokoh nasional yang bereputasi sebagai negarawan, telah membuat Indonesia miskin dengan figur pemimpin nasional, sehingga tidak terlalu sulit untuk mengatakan bahwa kandidat Capres 2019 paling seputar Jokowi dan Prabowo dan diluar itu hanya kandidat penggembira atau sekedar calon untuk memperbaiki Daftar Riwayat Hidupnya sebagai batu loncatan untuk Calon Presiden 2024.Â
Dengan melihat hasil Pilkada 2018 ternyata rakyat tidak terlalu termakan dengan issu yang mendikotomikan antara Agamis dan Nasionalis. Apalagi ternyata belum apa-apa kelompok-kelompok oposisi tersebut mulai saling tikung-menikung berebutan untuk  menjadi Calon kandidat Presiden. Melihat fenomena tersebut maka rakyat pun tidak memiliki pilihan yang banyak, sehingga untuk periode 2019-2014 #Jokowi akan tetap jadi Presiden. Believe it or not, believe it (TiMeS Law)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H