Sejauh yang penulis alami baik ketika masih di sekolah, sedang kuliah maupun sudah menjadi guru atau pendidik, perubahan kurikulum pendidikan nasional kita adalah pada tahun 1984 (Kurikulum 1984) dengan adanya istilah GBPP (Garis Besar Program Pengajaran), lalu pada tahun 1994 (Kurikulum 1994) yang selanjutnya direvisi pada tahun 1997, dan kurikulum 2004 (Kurikulum 2004) atau lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang selanjutnya direvisi lagi pada tahun 2006 menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sampai sekarang ini (Tahun Pelajaran 2012-2013).
[caption id="attachment_234333" align="aligncenter" width="300" caption="PERUBAHAN KURIKULUM DI INDONESIA DARI DULU SAMPAI KINI"][/caption] Menjelang tahun baru 2013 dan memasuki tahun pelajaran 2013-2014 ini, Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional sedang mensosialisasikan kurikulum baru lagi yaitu kurikulum 2013. Berdasarkan catatan penulis banyak pihak yang berharap adanya perubahan positif dari kurikulum baru ini, namun disisi lain ada juga atau tidak sedikit yang merasa pesimis atau tidak berharap banyak dari perubahan kurikulum 2013 ini dengan berbagai argumen dan catatan yang ada. Sehingga opini masyarakat berdasarkan kliping koran dan media masa yang penulis kumpulkan cukup beragam dengan berbagai macam catatan.
Yang penulis dapatkan ketika kuliah bahwa kurikulum kita mengalami perubahan umumnya adalah 10 tahun sekali, coba perhatikan dari 1984, 1994 dan 2004, walaupun disela-sela waktu itu ada koreksi seperti di tahun 1997 dan 2006 tetapi siklus 10 tahunan itu konsisten dijalankan. Meskipun kurikulum periode sebelumnya tidak mengacu pada 10 tahunan seperti kurikulum 1975 (Kurikulum Sekolah Dasar), kurikulum 1973 (Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan), kurikulum 1968 (Kurikulum Sekolah Dasar), kurikulum 1964 (Rencana Pendidikan Sekolah Dasar), serta kurikulum 1947 (Rencana Pelajaran, yang dirinci dalam rencana pelajaran terurai).
Jika kita konsisten mengikuti siklus 10 tahunan seperti di atas maka perubahan kurikulum 2013 dianggap terlalu dini, karena seharusnya kalau mau dirubah adalah nanti pada tahun 2014 atau setelah terpilih presiden baru dan menteri yang baru, wajar jika ada yang beropini bahwa perubahan kurikulum 2013 terkesan dipaksakan, tidak berdasarkan kajian atau hanya mengejar target proyek semata. Terlepas dari benar atau tidaknya opini di atas maka menurut hemat penulis lebih baik kita berbicara masalah latar belakang, substansi serta tujuan perubahan kurikulum itu sendiri yang lebih penting dan produktif untuk kita diskusikan daripada kita berasumsi seperti di atas yang belum tentu bermanfaat bagi kita.
[caption id="attachment_234335" align="aligncenter" width="300" caption="SALAH SATU SUBSTANSI PERUBAHAN KURIKULUM 2013 DALAM HAL STRUKTUR JAM PELAJARAN"]
Substansi perubahan kurikulum bukan hanya sekedar perubahan isi dan materi, jumlah pelajaran dan jam pelajaran tetapi perubahan ruh atau semangat yang terkandung dalam kurikulum itu sendiri. Yang lebih penting lagi adalah bagaimanan perubahan tersebut muncul dari bawah, muncul dari guru-guru yang menjalankan langsung serta berhadapan dengan peserta didik, bukan perubahan yang tiba-tiba (atau ujug-ujug) datangnya dari atas sehingga guru terkadang gagap dengan perubahan pada kurikulum.
Budaya pendidikan kita yang harus di bangun untuk ke depan adalah bagaimana supaya perubahan kurikulum bukan hanya dari atas atau dari para pakar pendidikan tetapi harus dqari berbagai sisi seperti menyerap aspirasi dari guru berdasarkan catata ia selama 5 s/d 10 tahun menjalankan kurikulum yang ada, juga berdasarkan kajian lapangan serta daya adaptasi lingkungan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap kurikulum tersebut atau sebaliknya, sehingga perubahan kurikulum benar-benar tepat sasaran, dinantikan dan dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh stakeholder pendidikan.
Budaya yang lainnya yang harus kita bangun adalah karakter guru dan murid harus benar-benar menjadi fokus utama dalam pembanguna pendidikan ke depan, perubahan kurikulum sebagus apapun tetapi kalau tidak diban bagun sikap, moral dan akhlak guru sebagai pendidiknya dan siswa sebagai peserta didiknya maka mustahil ruh atau semangat yang ada dalam kurikulum tersebut tidak akan mampu diwujudkan, karena guru dan siswa, pendidik dan peserta didik adalah menjadi bagian penting pendidikan serta kurikulumnya sendiri selain dari faktor sarana-prasarana, lingkungan, strategi, metode dan media.
Manfaat lainnya jika kita menerapkan pola budaya di atas akan membantu pemerintah dan kementrian nasional serta meringankan beban dalam hal sosialisasi kurikulum karena yang di lapangan akan langsung mencerna perubahan yang ada, di samping itu SDM pendidikan kita yang ada akan lebih berdaya dan diberdayakan, semoga menjelang tahun pelajaran baru 2013-2014 kita lebih dewasa, arif dan bijaksana dalam menyikapi setiap perubahan yang ada, termasuk perubahan dalam kurikulum 2013 yang kita hadapi nanti, Wallahu a’lam. [DM]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H