Mohon tunggu...
Tjitjih Mulianingsih Ws
Tjitjih Mulianingsih Ws Mohon Tunggu... Guru - Guru yang menyukai menulis dan berkebun

Guru yang menyukai menulis dan berkebun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Aku, Muridku, dan Dewi Sartika

4 Desember 2018   21:39 Diperbarui: 5 Desember 2018   05:32 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



                                           
                                                           Dewi Sartika

Ini tentang perempuan berhati baja yang mimpinya adalah  Melati tak hanya tumbuh di halaman

Perempuan yang namanya terlupakan bahkan oleh kerabatnya sendiri

Jangankan tanggal kelahiran bahkan jasanya pun tak banyak tahu

Tapi Tuhan sungguh Adil,

Dibukakannya sebuah rahasia

Menjadi pahlawan tetap tak bisa hanya  karena coretan coretan di buku

Semuanya perlu wujud nyata yang dibuktikan dengan sebuah tindakan

 
Karawang, 14 September 2017

***

Tjitjih Mulianingsih

Hari ini 4 Desember 134 tahun lalu, adalah hari kelahiran pahlawan nasional tokoh pendidikan wanita.  Wanita yang mendirikan sekolah, sekolah istri yang kemudian berubah menjadi sekolah kaoetamaan istri dan kemudian berubah lagi menjadi sekolah Raden Dewi Sartika.

Hari ini adalah hari kelahiran Raden Dewi Sartika. Yang mengherankan gaungnya tidak seperti tokoh wanita lainnya.  "Sepi", mengapa bisa seperti ini?, bahkan di provinsi tempat asalnyapun tak ada peringatan kelahirannya.  Ini sungguh mengherankan. Mengapa demikian?

Socrates berkata " Apalah artinya sebuah nama". Tapi sungguh buat saya, Nama Dewi Sartika Itu berarti banyak.   Sebenarnya, saya  hanya baru beberapa tahun belakangan ini saja mengenal Ibu Dewi Sartika.

Sebagai seorang wanita perintis dunia pendidikan, sungguh saya baru mengenalnya secara mendalam setelah saya menjadi guru.

Dulu saya lebih mengenal Ibu kita Kartini sebagai pendekar bangsa dalam dunia pendidikan wanita. Saya mengenalnya dari lagu , cerita sejarah dan upacara peringatan kelahirannya yangn biasanya dirayakan dengan kewajiban memakai kebaya.

Ini sebenarnya patut disayangkan, karena secara historis saya seharusnya lebih mengenal Ibu Dewi Sartika karena kami satu suku .  Dan secara perjuangan Ibu Dewi Sartika merealisasikan mimpinya tentang wanita dalam bentuk nyata bukan hanya sebuah ide dalam sebuah surat.

Tadinya saya pikir,  hanya saya saja yang kurang tahu banyak mengenal siapa itu Dewi Sartika dan ini dikarenakan hampir sebagian besar masa sekolah saya dihabiskan di luar Jawa tetapi ternyata tidak juga, dan ini berarti saya tidaklah  sendirian.Kebanyakan  teman saya malah hampir tidak tahu siapa itu Ibu Dewi Sartika.

Keinginantahuan saya mengenai seberapa besar informasi yang dimiliki oleh kita mengenai Ibu  Dewi  Sartika  membuat saya mengadakan penelitian kecil kepada murid murid di kelas.

Hasilnya memang luar biasa, mereka mengenal Ibu Dewi Sartika tapi tidak tahu apa jasanya bagi Indonesia pada umumnya atau kaum wanita pada khususnya.  Miris sekali, apalagi jika mereka warga Jawa Barat.  Kita sudah berbuat tidak adil kepadanya.  Kepada Ibu Dewi Sartika

Mengapa hal ini bisa terjadi? Setelah saya evaluasi merenung dan melakukan wawancara kepada beberapa orang murid ternyata memang informasi mengenai siapa , bagaimana Ibu Dewi Sartika sangat minim di buku buku pelajaran SD, SMP dan SMA.  Sangat disayangkan, karena ibu Dewi Sartika pernah menorehkan  jasa bagi dunia pendidikan  wanita.

Beliaulah wanita pertama yang mendirikan sekolah secara resmi yaitu sekolah Istri di Bandung tahun 1904.  Beliau juga yang pertama kali memasukan nilai nilai Islam dalam kurikulum pendidikan di sekolah.

Dengan melihat keadaan seperti ini maka sudah selayaknya lah buku buku pelajaran yang berhubungan dengan sejarah, lebih banyak mengulas sepak terjang Ibu Dewi Sartika, sehingga informasi yang didapat mengenai perjuangan ibu Dewi Sartika lengkap benar dan cerdas.  Pada akhirnya anak anak mengerti dan menghargai  jasa pahlawan nasional.  Lebih tahu dengan sejarah para pahlawannya.  Bukankah  Bung Karno pernah berkata, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya."


Karawang, 4 Desember 2018

Tjitjih Mulianingsih WS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun