Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Panggilan Ayahanda dan Bunda

28 Juli 2024   07:23 Diperbarui: 28 Juli 2024   07:38 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memiliki Makna Mendalam 

Kalau dalam keluarga kita boleh saja menentukan bagaimana anak mantu cucu dan cicit memanggil diri kita. Seperti misalnya dalam keluarga kami. Anak mantu memanggil kami papa mama. Sedangkan cucu cucu memanggil kami berdua Engkong dan Emak. Bukan Grandpa and Grandma. Begitu juga dengan cicit kami, memanggil kami berdua dengan sebutan:" makco dan kongco" 

Tetapi kami tidak mungkin mengatur orang lain bagaimana memanggil kami berdua. Ada yang memanggil:

  • Pak dan bu
  • Ayahanda dan Bunda 
  • Papa dan mama
  • Om  dan tante 
  • Opa dan Oma 
  • Apak jo Mande 
  • Uda.  Jo Uni

Hal ini merupakan hal yang lazim. Yang luar biasa adalah bilamana ada yang memanggil kami dengan sebutan:" adik" ataupun "ananda" pada kami berdua.

Panggilan Memiliki Pesan Moral 

Sebagai contoh izinkanlah saya kutip sebait surat electronic yang saya terima beberapa waktu yang lalu

Assalamualaikum Ayahanda Tjiptadinata Effendi,berserta bunda Lina”

Pertama, mohon maaf, tanpa minta ijin,saya sudah lancang memanggil dengan sebutan:” ayahanda”. Mungkin karena kerinduan saya akan seorang ayah,mengingat ayah saya sudah almarhum sejak usia 47 tahun. Saat saya masih kecil. Kalau beliau masih ada, persis seumuran dengan ayahanda Tjipta,karena sama sama dilahirkan pada tahun 1943

Nama saya Dyah Purnaningsih dan biasa dipanggil dengan sebutan Dyah . Saya mahasiswi di salah satu university di Semarang 


Dengan menyebut mm in :”ayahanda”,saya merasa bebas untuk berkirim kabar kepada ayahanda. Jadi saya menempatkan diri sebagai seorang putri,yang sedang memohon petunjuk pada ayahandanya. Bukan sebagaiseorang wanta terhadap seorang pria mapan dan ganteng.

Seandainya tulisan ini dibaca oleh bu Lina, juga tidak akan menjadi masalah.



Dengan merujuk pada contoh ini setidaknya semakin jelas bahwa panggilan memiliki makna mendalam. Sehingga saya dengan bebas dapat menulis secara terbuka:

  • Ananda Christina Budi Probowati yang Ayahanda dan Bunda sayangi 
  • Ananda Itha Abimanyu yang Opa dan Oma sayangi 
  • Ananda Ari Budiyanti yang Ayahanda dan Bunda sayangi 
  • Dan seterusnya, tidak akan menimbulkan image negatif
  • Ananda Novia Respati yang Ayahanda dan Bunda sayangi 
  • Dan seterusnya

Tulisan ini merupakan prndapat pribadi. Tentu saja setiap orang boleh saja memiliki sudut pandang yang berbeda.

Semoga tulisan ini dapat semakin memperjelas, mengapa kami berdua menggunakan panggilan ananda dalam sharing and connecting di Kompasiana 

Hidup ini semakin indah dan berarti dengan terciptanya hubungan persahabatan dan keluargaan .

Salam sayang dan doa dari kami berdua di rantau urang 

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun