Bulan Ramadan ini mengingatkan saya, pada waktu masih kuliah di Fakultas Hukum Unand. Pada waktu itu masih menggunakan gedung Pancasila, yang lokasinya berhadapan dengan Lapangan Dipo di kota Padang.
Saya ikut kuliah agama Islam. Dosen nya Prof. A.Wahid Salayan SH. Pada waktu masuk ruangan,saya bertemu dengan teman semasa di SMP. Sambil bersalaman, Agus teman saya bilang:" Lamo awak indak basuo yo Effendi. Baa kaba?"
Dan spontan saya jawab:" Alhamdulillah,lai sihaik. Tarimo kasih Agus "Â
Ternyata ada sesama teman kuliah mendengarkan percakapan singkat kami.
Ketika ada kesempatan tanya jawab, teman kuliah saya bertanya pada Dosen:'Prof . apakah boleh non Muslim mengucapkan "Alhamdulillah?"
Pak dosen malah balas bertanya:"Emangnya nggak boleh?"
Tidak ada dalil yang melarang non Muslim mengucapkan Alhamdulillah, astaghfirullah, Bismillah ataupun mengucapkan Assalam mualaikum '"
Tentu saja saya lega mendengar jawaban dari dosen kami. Sehingga tidak perlu merasa risih atau rasa bersalah, bila mengucapkan:"Alhamdulillah waasyukurillah "
Saya dilahirkan di Era Dai Nippon tahun 1943. Dari Keluarga yang berlatar belakang campuran.
Keluarga kami terdiri dari berbagai suku bangsa dengan ragam latar belakang sosial dan agama. Kalau boleh di persentase, 40 persen Katholik dan Kristen. 40 persen Muslim, bahkan mantu cucu kami asal Turkey beragama Islam dan 20 persen lagi Buddha dan Konghucu
Tidak pernah ada masalah yang berkaitan dengan keimanan masing masing
Apalagi sejak kecil kami sudah biasa hidup berbaur
Kenangan di Bulan Ramadan tahun 67
Catatan:Â
Bila terdapat kesalahan dalam tulisan ini,maka sepenuh nya merupakan kesalahan saya pribadi. Saya menyebut name Prof A. Wahid Salayan SH sebagai rasa hormat, bukan untuk mencari pembenaran
Tjiptadinata EffendiÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H