Mungkin Satu Satunya Didunia?
Secara umum,sebagai kenangan akan nenek moyang dan anggota keluarga yang sudah alm.maka di buatlah prasasti dari batu . Bagi yang mampu menuliskan prasasti di batu Marmar yang harganya selangit. Sedangkan bagi yang kurang mampu ,mungkin mengukir nama nenek moyang ataupun salah seorang anggota keluarg yang meninggal di atas sepotong papan.
Tapi seperti kata pribahasa :"Lain padang,lain belalangnya.lain lubuk lain pula ikannya" (anonym) . Begitu juga dalam hal mengenang dan menghormati orang yang dicintai dan sudah mendahului.Â
Menanam Sebatang Pohon
Kemarin, saya dan isteri berkunjung ke KIng's Park ,untuk ikut merayakan Ultah cicit pertama kami. Sewaktu memarkir kendaraan,tetiba mata saya tertumbuk pada tulisan yang terdapat di pangkal pohon. Setelah parkir kendaraan,saya melihat dari dekat,ternyata merupakan "batu nisan" yang hidup,dari seorang ayah untuk putranya yang tewas dalam peperangan.
Awalnya,saya berpikir mungkin ada orang yang ingin tampil beda dalam cara menghargai dan mengenang anggota keluarganya,dengan menjadikan pohon hidup sebagai batu nisan.
Ternyata,pohon tersebut ditanam oleh masing masing orang. Jadi bukan asal tempel di pohon yang sudah ada. Ada ratusan pohon,yang dipangkalnya ada prasasti tentang sosok yang sudah almarhum. Dengan cara unik ini,pemerintah setempat secara tidak langsung ,mengikut sertakan warga untuk melestarikan alam ,dengan menanam sebatang pohon. Sebatang pohon,rata rata berusia diatas 50 tahun. Sebagai penghijauan dan sekaligus menjaga ekosistem penyerapan air. Mengingat Australia,sebagian besar terdiri dari pasir gersang,
Gerakan menamam pohon,sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Saya masih ingat sewaktu Syahrul Ujud SH menjadi walikota Padang,telah memberikan insentif,bagi setiap orang yang menanam pohon Langsano,akan diberikan Rp.50.000 Â Yang pada waktu itu,masih memiliki nilai ekonomii yang tinggi.
Tapi mengajak warga menanam pohon,sebagai pengganti membangun batu nissan,baru di Australia saya jumpai . Apakah mungkin di Tanah Air kita juga sudah ada,saya sungguh belum tahu
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H