Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Terluka Parah Tidak Menangis

21 Maret 2023   09:38 Diperbarui: 21 Maret 2023   09:40 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keterangan foto: menerima penghargaan dari Ketua Orda Sumbar Kol.TNI AD Jamaris Jamaan alm.

Tapi Menyaksikan Album Foto Tak Mampu Menahan Air Mata 
Seperti yang sudah pernah saya ceritakan, saya terlahir dari keluarga besar,yakni total 11 orang bersaudara dari satu ibu dan satu ayah. Tanpa malu malu,saya sebutkan,kami hidup dibawah garis kemiskinan. Ayah saya yang waktu itu sebagai Sopir Truk dan kemudian alih profesi sebagai Kusir Bendi, bekerja siang malam untuk mempertahankan kehidupan kami semuanya.

makan-bersama-yeni-641915e908a8b51b4403b924.jpg
makan-bersama-yeni-641915e908a8b51b4403b924.jpg

Ket.foto: kenangan terakhir makan bersama isteri pak Jamaris Jamaan ,yang kini sudah tiada /dokumentasi pribadi

Bagi saya pribadi,jatuh terluka ,sama sekali tidak ada apa apanya. Bahkan saat telapak kaki terinjak besi paku yang lengket di papan,sehingga menembus telapak kaki,saya cabut sendiri dan tidak menangis, Padahal waktu itu saya masih di SD , Telapak tangan sobek,kena sembilu akibat mencuri bambu tetangga untuk membuat layangan,juga saya tidak menangis. Belakangan semasa masih duduk di SMP  ,sewaktu berburu tupai di Lubuk Alung, saat melompati pagar bambu,celana saya tersangkut dan saya terjatuh persis dipagar bambu runcing  ,Paha saya tertembus bambu hingga sampai kebatas perut.  

dokpri
dokpri

Keterangan foto: kenangan bersama Pak I Wayan Parnatha alm.di Papua

Teman saya Herman,yang ikut bersama,saat saya minta tolong mencabutkan bambu yang menancap di paha ,malahan muntah muntah dan pingsan. Orang kampung yang ada disana,mau menolong tapi tidak ada yang berani membantu mencabut bambu di tubuh saya. Akhirnya saya cabut sendiri. Sakit ? Ya iyalah,emannya saya kebal ? Tapi saya sama sekali tidak menangis. 

Aneh, saat membuka album lama dan melihat foto foto yang ada disana,saya tidak mampu menahan jatuhnya gerimis dari mata saya.Padahal saya bukan tipe manusia cengeng ,yang dikit dikit nangis ,dikit dikit mengeluh . 

dokpri
dokpri

It. Bimo Prakoso. senyuman dan tawanya tinggal kenangan.

Rasa Kehilangan Sabahat Lebih Sakit Dibandingkan Tubuh yang terluka

Ternyata ,hati yang sedih ,menyaksikan foto  foto sahabat lama yang sudah tiada,lebih menyakitkan ketimbang terluka tersayat sembilu ataupun terluka tertusuk bambu runcing. 

Bagi kami berdua,sahabat itu merupakan bagian dari kebahagiaan hidup. Berharap ,bila ada kesempatan pulang kampung lagi,kita dapat bertemu kembali dalam acara makan bersama

Sebuah renungan dipagi indah

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun