Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Istri Bukan Pengikut Suami

1 Maret 2023   08:40 Diperbarui: 1 Maret 2023   10:32 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi Tjiptadinata Effendi

Tapi Menjadi Pendamping Yang Setia

Kalau tempo dulu, di KTP dikolom pekerjaan tertulis pekerjaan isteri: "Ikut suami". Kalau diterjemahkan sebagai "pengikut" berarti kemana saja suami pergi, isteri ikut. Kalau boleh diibaratkan dengan truk gandengan, maka yang mengemudikan kendaraan adalah suami, sedangkan isteri hanya berfungsi sebagai gandengan. Kemana saja dibawa sopir, ia ikut Sopir mengantuk dan truk masuk keselokan, maka gandengannya ikut terbalik.

Syukurlah di kemudian hari, kolom perkerjaan bagi isteri, sudah dimodifikasi, bukan lagi: "Ikut suami" melainkan " Ibu Rumah Tangga"  yang berarti memliki peran, mengatur kehidupan dalam rumah tangga. Bila dianalogikan, maka  dalam menjaga keseimbangan dan keselamatan rumah tangga, suami dan isteri adalah ibarat rel kereta api. Masing masing menjalani tugasnya secara berdampingan. 

teluk-bayur-effendi-roselina-63fec732c767483e8b507722.jpg
teluk-bayur-effendi-roselina-63fec732c767483e8b507722.jpg
Tentu saja, yang namanya analogi,tidak mungkin dijadikan patokan dalam menjalani hidup berumah tangga, tetapi sebagai gambaran, bahwa istri jangan sampai hanya sebatas sebagai: "Pengikut". Melainkan mendampingi. Sehingga suatu waktu, bila suami mengantuk atau ngebut, maka sebagai pendamping. Diminta ataupun tidak, wajib mengingatkan, agar jangan mengemudikan kendaraan kalau lagi mengantuk. Kalau suami ngebut, maka isteri harus mengambil inisiatif untuk mengingatkan suami. Bukan unntuk mengambil alih kemudi, melainkan demi keselamatan bersama'

Hal yang tampak sangat sepele, tapi sesungguhnya merupakan fondasi dalam membangun rumah tangga.  Karena itu dalam membangun sebuah rumah, selalu fondasi diperkuat terlebih dulu sebelum membangun. Perlu dipelajari situasi dan kondisi tanah. Kalau perlu ditimbun dan diusahakan agar tanah menjadi padat Baru kemudian di cor untuk membangun Pondasi. Karena membangun rumah seindah apapun, bila pondasi tidak kuat,maka hanya akan mampu bertahan berberapa tahun. Begitu ada gempa atau bahkan goncangan, maka pondasi goyah dan rumah ambruk.

Begitu juga dalam kehidupan berumah tangga. Acara pernikahan itu mudah, hanya berlangsung beberapa jam. Tapi pernikahan adalah untuk semur hidup

Semoga tulisan ini ada manfatnya

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun