Sama sama Keturunan Tionghoa  ,Tapi Tradisi Tidak Persis Sama
Saya terlahir dalam keluarga besar keturunan Tionghoa di Padang, Sumatera Barat. Menurut Akta Kelahiran  ,saya dilahirkan pada pukul 02..00 subuh waktu Dai Nippon tahoen 1943.
 Jadi sebelum Indonesia merdeka,saya sudah lahir ,tapi tetap saja membawa " Personal branded " sebagai orang Tionghoa.Â
Sebagai orang Tionghoa,apapun agama yang dianutnya,tetapi saja melestarikan tradisi nenek moyang ,khususnya merayakan Tahun Baru Imlek . Sehari sebelum hari H nya,yakni pada hari ini , Sabtu tanggal 21 Januari,2023 ,dinamakan Tahun Baru kecik (Kecik = kecil) Tengah malam nanti ,semua orang Tionghoa tidak boleh tidur,karena harus melakukan ritual Sembahyang Tuhan . Â Kata :"sembahyang " ini memang sempat menyebabkan pro dan kontra,karena ada yang mengartikannya sebagai :"Menyembah Dewa" .Tetapi hanya sesaat dan kemudian,karena tidak ada istilah pengganti yang lebih tepat,maka kata :"Sembahyang Tuhan" terap di lestarikan.
Jauh hari sebelum  acara Sembahyang Tuhan, bagi orang Tionghoa yang memang berniat untuk Sembahyang Tuhan,sudah mempersiapkan diri, antara lain dana yang dibutuhkan untuk sembahyang . Bagi yang ekonominya pas pasan,maka Sembahyang Tuhan dilakukan secara sangat sederhana. Yakni , 2 batang tebu yang diikat pada kiri kanan meja Sembahyang. Kemudian tebu yang sudah dibersihkan kulitnya dan dipotong potong,serta disusun di atas meja .
Masih  ada jeruk Bali atau bagi yang tidak mampu,boleh diganti dengan buah Srikaya Dan tentunya aneka ragam kue kue,khusus untuk Imlek dengan warna khas :"merah:" pertanda sukacita dan syukur.
Syarat syarat yang harus di penuhi :
Tebu harus di cabut bersama akarnya dan  lengkap dengan daunnya.  Karena itu ,tebu yang dijual di pasar,tidak ada yang mau beli, Pembeli sudah memesan tebu dan jeruk ataupun buah Srikarya ,sebulan atau dua bulan sebelumnya dengan meninggalkan uang panjar. Saya tahu persis,karena saya salah satu satunya penjual tebu dan jeruk Bali di daerah Pondok dan sekitarnya.  Setiap pesanan,saya tandai dengan secarik kain merah yang diberikan nama.  Sejak pagi hari di Tahun Baru Kecil. Para pembeli datang kerumah orang tua kami di jalan Kali Kecil daerah Pulau Karam di kota Padang.
Didepan mereka saya panjat pohon jeruk  Bali ,yang ada 3 batang tumbuh dan berbuah. Saya petik bersama tangkai dan dannnya dan diserahkan kepada Pembeli. Kemudian didepan mata mereka,saya mulai menggali tebu ,karena harus bersama akar akarnya.Â
Kalau akarnya terputus,maka Pembeli berhak menolak dan minta ganti yang lain. Â Setelah berhasil di gali, pohon tebu tidak boleh sampai rebah di tanah,tetap harus dipegang .Ada satu hal lagi yang tidak boleh diabaikan,yakni saat membeli tebu ataupun jeruk serta buah Srikaya, tidak boleh ditawar tawar. Tetapi di pihak penjual,juga tidak berarti boleh menaikan harga semaunya,karena tidak akan menjadi berkat untuk keluarga
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!