Saat Orang Merayakan Hari Ibu,Saya Merenung Tentang Ibu
Sesungguhnya tulisan ini sudah saya siapkan  tepat tanggal 22 Desember yang baru berlalu,bertepatan dengan perayaan Hari Ibu secara nasional .Tetapi walaupun kata orang,saya sudah kenyang makan asam garam dan mereguk empedu kehidupan,setiap kali ingat tentang ibu ,saya merasa bagaikan kembali menjadi kanak kanak.
Seperti yang sudah pernah saya tuliskan,ibu saya tidak pernah mau duduk makan bersama anak anaknya. Suatu waktu,saya menyaksikan ibu saya lagi makan kerak dengan segenggam kelapa parut dan sebutir cabe yang dipetik dari kebun. Saya tanya mengapa ibu makan kerak ? Sejenak ibu saya terdiam dan sesaat kemudian menjawab :" Kerak ini enak ,sayang kalau dibuang nak"Â
Keinginan tahu sebagai anak seusia 9 tahun ,suatu waktu saya menyelinap di dapur dan mencoba sesuap kerak,yang dikatakan oleh ibu saya sebagai makanan enak. Tetapi rasanya sama sekali jauh dari enak,agak pahit . Saat bersamaan ,ibu saya masuk ke dapur dan melihat saya memandangi wajah ibu dengan penuh tanda tanya,ibu saya menjawab:'Nak,kita orang miskin. Papa kerja sebagai sopir truk ,siang dan malam. sayang sekali makanan dibuang buang,makanya ibu makan kerak,agar anak anak bisa makan nasi." Kalimat ini tak akan pernah saya lupakan,walaupun diucapkan 70 tahun yang lalu.Tanpa sadar air mata saya jatuh berderai dilantai dapur yang terdiri dari tanah liat.Â
Keterangan foto: makam ibunda dan Ayahanda tercinta di Bukit Sentiong /dokumentasi pribadiÂ
Kami 11 orang bersaudara dan waktu itu,baru kakak saya yang paling tua yang bekerja di pelabuhan Teluk Bayur . Setiap kali ke sekolah,sepatu saya pegang agar jangan cepat rusak Baru setibanya didepan halaman sekolah sepatu saya pakai kembali. Pulang sekolah ,sehabis makan siang,saya bantu menjualkan masakan ibu.Â
Hidup Kami Baru Berubah Setelah Kakak Kakak Saya Mulai Kerja
Kami jalani hidup ,dengan makan apa adanya. Pagi makan pisang rebus yang diambil dari kebun, siang hari juga makan pisang rebus atau ubi rebus dan malam hari baru makan nasi bersama seluruh anggota keluarga,kecuali ibu saya yang makan kerak sehabis semuanya selesai makan
Kelak ketika kakak kakak saya mulai bekerja,hidup kami mulai membaik. Impian saya untuk membawa ibu kami jalan dengan kendaraan pribadi baru terkabul setelah 21 tahun kemudian,yakni saat saya beli kendaraan Plythmouth tahun 57 seharga 500 ribu rupia h.Bersama isteri dan anak anak,hampir setiap hari Minggu saya ajak ibu ,jalan keluar kota. Ke Padang Panjang makan Sate Mak Syukur dan ke Bukittinggi makan di rumah Makan Family di Benteng Fort de Kock. Sesekali ke Danau Singkarak dan memborong buah pepaya,karena dikebunnya harganya sangat murah