Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terobesesi pada Fatamorgana Kehidupan

20 Juni 2022   20:54 Diperbarui: 20 Juni 2022   21:00 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dreamstime.com 

Baru Sadar Setelah Semuanya Terlambat

Dalam upaya mencari jati diri tidak sedikit orang yang tersesat dibelantara kehidupan,yang sarat dengan marabahaya. Menemukan jati diri agar diakui eksistensinya dalam kehidupan bermasyarakat. 

Tetapi tidak sedikit yang tersesat saat menyaksikan fatamorgana kehidupan. Mengira bahwa dihadapannya adalah "Oase" yang dicari selama ini yang dapat menjadi sumber mata air untuk melepaskan dahaga dan melanjutkan kehidupannya. 

Salah satunya adalah mencapai Popularitas diri yang semu. Saking antusiasnya, sejak baru bangun bukannya ikut membantu mempersiapkan anak anak untuk kesekolah tapi sudah duduk dengan Ponsel ditangan. 

Ada rasa bangga yang menderu deru menjadi "sosok panutan " di WA Group.  Dipanggil dengan sebutan kehormatan "Pak Boss" Siap membalas setiap pesan WA yang masuk. Bercanda, memberikan nasihat dan petata petitih. Sungguh melambungkan harga dirinya kelangit ketujuh sehingga tidak sadar diri dan tenggelam dalam popularitas semu.

Siang hari, begitu saya buka WAG ee si Pak Boss masih aktif bahkan hingga malam hari, sesaat sebelum  tidur ee si Pak Boss masih aktif "berjuang" mempertahankan eksistensinya sebagai Pimpinan WAG.  

Saya sudah coba mengingatkan secara halus, namun jawaban sahabat saya sungguh sangat mengagetkan "Disin saya dihargai pak Effendi. Diluar grup saya sama sekali tidak dianggap" 

Karena sudah merupakan pilihan dari sahabat saya, maka tentu saja saya tidak berhak untuk mengintervensi urusan privasi orang lain walaupun sahabat lama.

Sadar Setelah Terlambat

Selama dua tahun "Pak Boss" asyik dengan WAG nya, isterinya berperan sebagai orang tua tunggal. Akibatnya sudah dapat dibayangkan saat anak anak mau mendaftar masuk ke sma tidak ada dana yang tersedia..

Betapapun besarnya keinginan hati untuk membantu, mustahil kita dapat memikul beban hidup orang lain. Isteri si Pak Boss curhat kepada isteri saya. Yang dapat kami lakukan adalah membantu sebisanya namun tidak mungkin dapat menanggung semuanya. 

Si Pak Boss menelpon sambil menangis dan menyesal banget tidak mau mendengarkan saran saran yang sudah saya sampaikan berkali kali, Tapi nasi sudah jadi arang, mau diapakan lagi?  Diusia yang sudah tidak muda lagi baru mau mencari pekerjaan bukanlah hal yang gampang. 

Belajar Dari Kegagalan Orang Lain

Tulisan ini saya tayangkan karena ada banyak "Pak Boss" lainnya yang terlena saking asyiknya menjadi pusat perhatian dan dianggap sebagai Tetua dari WA Grup, padahal semuanya adalah fatamorgana kehidupan. 

Belajar dari kegagalan orang lain adalah sama pentingnya dengan belajar tentang kesuksesan Agar jangan sampai mengulangi kesalahan yang sama. 

Setidaknya menjadi alaram bagi kita semuanya agar jangan sampai terperangkap oleh Fatamorgana kehidupan sehingga terobsesi menjadi sosok yang dijadikan"panutan" di WAG. Padahal semuanya adalah semu. Semu itu bahasa vulgarnya adalah "Palsu"

Bermedia sosial tentu saja sangat baik, tetapi jangan sampai lupa akan kewajiban terhadap keluarga

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun