Tidak Semata Kangen Orang TuaÂ
"Urang gaek di Surabaya, manga Rahma  mudiak Juo?" ( Terjemahan: "Orang Tua di Surabaya, mengapa pulang Kampung?) Tanya saya dengan nada heran berisi teguran halus kepada Rahma. Saya berani bertanya, karena hubungan kami dengan kedua orang tua Rahma sangat dekat walaupun selisih umur kami terpaut 7 tahun. Saya lebih tua 7 tahun dibanding orang tua Rahma.Â
"Maaf yo Om, apak Jo ibuk ala iduik sanang tingga jo Uni Yanti. Laki Uni Boss gadang. Rahma kasian mancaliek adiak adiak iduik cando anak ayam kehilangan induak di kampuang. Mudiak bagi Rahma panggilan jiwa, dek karano sadiah bana mandanga carito adiek  adiek Rahma di Kampuang. Rahma mudiak  samo samo Uda, Om" (terjemahan:" Maaf ya Om, Ayah dan Ibu sudah hidup senang di Surabaya. karena tingggal sama kakak yang suaminya Boss besar. Kasian pada adik adik yang hidup dikampung halaman, bagaikan anak ayam kehilangan induk. Rahma mudik bersama suami, bukan sendiri Om"
Saya hanya bisa terdiam,karena tidak mungkin terlalu jauh masuk ke dalam kehidupan Rahma, karena ia sudah dewasa, bahkan sudah berkeluarga. Walaupun sepintas, seakan akan Rahma lebih mementingkan mudik, ketimbang berkunjung ke orang tuanya di hari Raya Idul Fitri, tapi alasan yang disampaikannya, membuat saya tidak mampu berkata apa apa lagi.Â
Kepeduliannya terhadap nasib adik adiknya yang ditinggal pergi kedua orang tuanya,dapat saya rasakan, walaupun adik adik Rahma bukan anak anak lagi.Â
Tapi kedua orang tua, memilih tinggal di rumah anaknya yang bersuamikan orang kaya dengan meninggalkan kampung halaman dimana anak anaknya yang lain, masih berjuang untuk mengubah nasib, memang merupakan masalah yang bagaikan benang kusut yang tidak gampang diuraikan. Pesan yang dapat saya sampaikan adalah: "Baliek mudiak, jan lupo ka urang gaek yo Rahma"Â
Dan jawaban Rahma: "Insya Allah Om"
Begitulah bila hidup dalam keberagaman, kami tetap saling peduli dan setidaknya saling menyapa. Walaupun dalam keluarga, saya dan isteri termasuk yang paling tua dalam usia, tapi setiap kali kami pulang kampuang,semua sanak keluarga akan kami kabarkan, walaupun usia mereka sebaya anak dan cucu kami. Karena itu, keponakan cucu kami ,selalu kontak, walaupun sebatas percakapan singkat, yang menujukkan saling kepedulian.
Walaupun saya dan isteri belum memungkinkan pulang kampung, karena sudah dua tahun tidak bertemu putri kami di Wollongong, tapi kisah tentang suka duka mudik. Seakan sudah menjadi bagian dalam hidup saya, padahal secara phisik saya tidak ikut.Â
Semakin memahami bahwa mudik menyimpan misteri tentang kehidupan, sehingga tidak dapat dipatok berdasarkan hitam putih, sukses atau tidak dalam kehidupan. Karena ada begitu banyak masalah yang terkait, mengapa orang mudik, dalam segala keterbatasannya.Â
Seperti kata Rahma: "Mudik adalah panggilan jiwa", bukan sebatas mengikuti trend. Dan juga tidak sepenuhnya, merupakan takaran, sukses tidaknya seseorang, sehingga bisa mudik.Â
Ada yang sukses dirantau, tapi memilih tidak mudik, karena alasan tersendiri. Sementara ada yang mudik, walaupun harus ikhlas gesek mengesek Kartu Kredit. Ada yang mudik karena kangen orang tua tapi Ada yang mudik karena Panggilan Jiwa  Hidup itu memang sarat dengan misteri, yang tidak dapat diuraikan berdasarkan matematika ataupun berdasarkan logika.Â
Renungan kecil tentang kehidupanÂ
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H