Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menulis Seharusnya Menghadirkan Kegembiraan Hati

30 Januari 2022   20:56 Diperbarui: 30 Januari 2022   21:05 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: medium.com/@gplanterus

Kalau Malah Sakit Hati Pasti Ada Sesuatu Yang Keliru

Setiap orang tentu saja memiliki hak untuk menentukan sikap mengapa  ia memilih menjadi Penulis? Ada  begitu banyak alasan mengapa orang menulis. Antara lain:

sekedar iseng mengisi waktu

hobi 

ingin belajar

ingin mendapatkan bonus 

tugas sekolah 

dan seterusnya. 

Secara pribadi, saya menulis sebagai terapi diri dan mencegah kepikunan. Karena itu saya betah menulis hingga sembilan tahun dan masih terus menulis. Menulis bagi saya menghadirkan kegembiraan hati dan sekaligus kesempatan untuk menjalin hubungan persahabatan. 

Dan tentunya selama sembilan tahun menulis dan menghadirkan lebih dari 6000 tulisan, ada banyak kisah suka dan duka. Itulah namanya hidup, termasuk dalam dunia tulis menulis. Sebagaimana, kita tidak mungkin memuaskan hati semua orang,maka begitu juga orang tidak mungkin dapat memuaskan hati kita sepenuhnya. 

Terkadang Ada Rasa Tidak Puas?
Ya wajarlah. Karena setelah menghabiskan waktu  untuk menulis artikel dan yakin banget bahwa tulisan kita akan masuk ke Headline ee ternyata hanya masuk ke hl kecil saja, yakni highlight. Karena sudut pandang kita dan Admin belum tentu sama. Sehingga tulisan yang menurut kita sudah sangat baik, menurut Admin hanya tulisan biasa biasa saja. 

Apalagi bila dapat: "Surat Cinta" dari Admin yang intinya berbunyi: "Sesuai ketentuan Kompasiana, maka tulisan anda yang berjudul ......" kami hapus." 

Rasanya gimana tuh?  Mau marah,mau protes atau mengomel panjang pendek?  Sampai disini tentu merupakan hal yang sangat wajar. Secara pribadi, saya juga terkadang menulis yang isinya omelan panjang lebar. Mengapa tulisan saya di lockdown sepanjang tahun dari Headline? 

Tapi walaupun mengomel panjang pendek, saya tidak pernah berhenti menulis. Karena kalau kita ngambeg dan memutuskan tidak akan menulis lagi, memang itu adalah hak kita. Tapi sesungguhnya yang rugi adalah diri sendiri. Bagi Kompasiana, satu orang keluar atau memutuskan resign dari Kompasiana, ada ratusan orang yang segera menggantikannya.

Mengapa Sibuk Urusan Orang Lain?

Karena bagi saya pribadi, sebagai sesama sahabat menulis di Kompasiana, kalau ada yang sudah berminggu minggu tidak menulis, maka alangkah eloknya, dikunjungi secara pribadi via WA, untuk menanyakan apakah sakit atau hanya sibuk? Ternyata niat baik kita sebagai tanda peduli akan sesama. Penulis, mendapatkan respon yang membuat hati kita menjadi sedih. Karena jawabannya sungguh sama sekali tidak disangka.  

Tentu tak elok bila saya tuliskan disini,karena hanya akan menyebabkan suasana persahabatan kita menjadi tergores. Ternyata telah terjadi perubahan sikap dari masa kemasa. Kalau secara pribadi,saya sangat senang bila ada yang menanyakan tentang kondisi saya, sebagai ungkapan perhatian, ternyata di era mileneal ini,orang merasa tersinggung bila ditanyai mengapa tidak menulis lagi di Kompasiana?

Ternyata di era mileneal ini, saya harus belajar banyak bagaimana seharusnya bersikap dalam menjalin hubungan persahabatan dengan generasi mileneal, agar niat baik jangan sampai menjadi bumerang. Boleh jadi sudut pandang dan pengertian tentang arti seorang sahabat berbeda, karena perbedaan usia yang terpaut jauh,menyebabkan sudut pandang menjadi berbeda. 

Tapi tidak mengapa, karena memang setiap orang berhak berbeda. Yang penting adalah, jangan berhenti menulis,hanya karena rasa tidak puas atau kecewa. Kalaulah boleh saya sarankan, kembalilah ke niat awal menulis.

Karena kalau kelamaan tidak menulis, kelak akan merasa kikuk dan gamang, bila harus mulai lagi dari awal. Tetapi seperti kata peribahasa: "The choice is yours" 

Hanya renungan di malam Minggu 

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun