Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Pernah Lupa Diri Karena Merasa Tersanjung

25 September 2021   19:30 Diperbarui: 26 September 2021   04:23 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: https://peakd.com/walkwithme/@yasiryuska/

Akibatnya Ada Cacat Seumur Hidup Pada Tubuh Saya

Saya tidak ingat lagi apakah saya sudah pernah menuliskan tentang pengalaman saya jatuh terpancang pada bambu runcing yang merupakan pagar di kampung halaman saya di Sumatera Barat.

Singkat cerita, setiap hari Minggu saya dengan berbocengan dengan sahabat baik saya  Herman, naik sepeda dari Padang menuju kesalah satu desa yang lokasinya di  Lubuk Alung.

Kedatangan kami selalu ditunggu karena saya memabantu para petani membasmi tupai yang melubangi puluhan butir kelapa yang ditanam dengan susah payah oleh orang kampung.

Dibawah pohon kelapa, tampak onggokkan kelapa yang dilubangi oleh tupai menggunung disana. Saya datang dengan membawa Senapan Angin kaliber 4,5 milimeter, sehingga tidak perlu izin dan cukup untuk menumbangkan tupai dari dahan pohon kelapa.  

Karena setiap hari berlatih, maka saya bisa menembak jatuh tupai yang sedang melompat. Apalagi disaksikan orang sekampung, lubang hidung saya kembang kempis. 

Akibat Lupa Diri Akhirnya Saya Cacat Seumur Hidup

Suatu waktu, saya sengaja memukul mukul pohon kelapa dengan kayu. Tupai yang lagi asyik menikmati buah kelapa yang sudah dilubanginya terkejut dan melompat. 

Pada saat sedang "mengangkasa" sebutir peluru senapan angin saya menghentikannya dan jatuh. Seperti biasanya orang orang kampung yang menyaksikan terpesona melihat "kehebatan " saya . Tapi kali ini tupai tersebut jatuh dibalik pagar kebun yang terdiri dari pagar bambu. 

Untuk membuktikan bahwa tupai yang saya tembak benar benar kena dan jatuh, maka saya jadi lupa diri. Saya memanjat pohon kelapa dan melompati pagar bambu yang tersusun disana tetapi ternyata celana tersangkut dan saya jatuh tepat diatas pagar bambu. 

Saya merasakan patahan bambu masuk dari paha hingga kebatas perut dan terbanting ketanah. Sahabat saya Herman berlari mendatangi . Saya bilang "Herman, tolong cabutkan bambu yang nancap agar saya bisa berdiri." Tapi begitu menyaksikan bambu menancap kepaha saya, wajah Herman pucat dan tetiba ia tumbang dan pingsan. 

Orang orang kampung yang mengelilingi, bingung  dan saat saya minta tolong untuk mencabut bambu dipaha saya tidak ada yang berani. Karena itu saya bilang "Pak. tolong saja teman saya ini." 

Maka sibuklah mereka memijat mijat tubuh Herman dan syukurlah beberapa saat kemudian Herman siuman dan diberikan minuman teh hangat . Saya juga diberikan secangkir teh hangat .

Saya berdiri perlahan lahan dan kemudian dengan menahan rasa sakit, saya mencabut bambu yang menancap dipaha saya. Untuk mencegah agar jangan sampai darahnya mengalir terus,saya sobek baju kaos dalam saya dan mengikatnya kuat kuat. Dan kami masih harus naik sepeda untuk ke rumah sakit di Padang. Karena pada waktu itu,belum ada puskesmas. 

Bekas Luka Menjadi Peringatan Abadi

Hingga kini, 60 tahun sudah berlalu tapi bekasnya sudah menjadi abadi di paha saya sepanjang lebih dari 10 centimeter. Menjadi alaram bagi saya agar bila mendapatkan pujian orang jangan sampai lupa diri. 

Tapi setelah menikah, hobi menembak saya hentikan secara total dan senapan angin saya hadiakan pada adik ipar saya sebelum pindah ke Jakarta.

Semoga tulisan ini ada manfaatnya bagi yang membaca agar mawas diri dalam menerima pujian dan sanjungan. Jangan sampai terjadi seperti yang saya alami

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun