Saya Alami Sewaktu Masih Duduk Di SMP
Menyaksikan remaja di era digital ini asyik banget saat mereka main perang perangan dengan memanfaatkan tehnologi terkini. Bila ada lawan yang "mati" tertembak, semakin seru permainannya.Â
Tetapi bagi mereka yang sudah pernah hidiup dalam suasana peperangan sesungguhnya maka perang itu sama sekali tidak mengasyikan, malahan mengerikan.
Namun sebelum melangkah kesana, izinkanlah saya memberikan ulasan tentang latar belakang peristiwa mengerikan ini yakni sewaktu Tentara Pusat menyerbu ke Kampung Halaman saya untuk membasmi "Pemberontakan PRRI".
Saya berikan diantara tanda kutip, karena sesungguhnya sama sekali tidak ada pemberontakan, melainkan daerah menuntut diadakan pemerintahan yang otomomi.Â
Tapi untuk tidak mengorek ngorek luka lama, maka cukup hingga disini saja pembahasan mengenai istilah "Pemberontakan " dan "Pergolakan" Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia yang lebih dikenal dengan singkatan  PRRI  yang dideklarasikan pada 15 Februari 1958
Perang SaudaraÂ
Walaupun saya tuliskan dengan istilah "Perang saudara" tapi yang namanya perang sama sekali tidak berbelas kasih. Â Masing masing keluarga menggali lubang perlindungan bagi keluarganya.Â
Bersyukur dalam keluarga kami sebagian besar laki laki. Maka setelah 2 hari secara gotong royong kami menggali tanah sedalam hampir 2 meter dengan luas 3 x 4 meter, maka lubang dipalang dengan kayu balok dan ditutupi dengan seng bekas agar tidak kehujanan.Â
Bila terdengar tembakan mortil dari kapal tentara pusat, maka kami sekeluarga yang terdiri dari nenek, ayah dan ibu, serta kami sekeluarga bagaikan ikan sardencis duduk sambil berdoa dalam lubang perlindungan.Â
Usai tembakan mereka, kami keluar untuk ke toilet dan ibu kami lari kedapur untuk memasak bubur bagi kami semua. Karena kuatir kalau dimasak nasi, persediaan beras tidak cukup untuk bertahan berbulan bulan .Â