ilustrasi : kompasiana.com
Penulis Senior Perlu Menyikapi Dengan Pikiran Jernih
Walaupun mungkin tidak enak didengar,tapi kita perlu berpikiran secara logis,bahwa blog apapun namanya,hanya mampu bertahan bila didukung oleh pendanaan yang berkesinabungan . Â Tegasnya ,media adalah bagian dari bisnis dari sisi lain dan yang menjadi komoditasnya adalah artikel. Semakin berbobot dan trend ,maka artikel memiliki Selling Point .
Jangan mengira,kalau tulisan kita bagus dan bahasa tertata apik ,pasti akan diterbitkan oleh penerbit. Kalau pihak penerbit tidak melihat "selling point" yang terkandung dari sebuah naskah,maka percayalah pasti akan ditolak dengan halus.:"Naskah ini bagus pak,tapi kebijakan dari Pimpinan,setiap Penulis yang akan menerbitkan naskahnya,wajib menyediakan dananya dan nanti akan diberikan diskon khusus." Tapi kalau tulisan ini memiliki nilai jual yang tinggi,maka bukan kita yang datang memohon mohon untuk diterbitkan,sebaliknya Penerbit yang akan mengejar . Seperti yang pernah saya alami :"Pak Effendi,bukunya sudah naik cetak ulang untuk ketiga kalinya,mana naskah baru ? Ditunggu segera ya pak " Dan saya tidak perlu menyetor satu senpun. Hanya mengantarkan naskah dalam bentuk CD dan klar ,tinggal menunggu royalty masuk kerekening.
Padahal kalau dari sudut tata bahasa ,sejujurnya saya menilai karyatulis saya yang diterbitkan Gramedia,hanya nilai angka 6.Tapi yang jadi bahan pertimbangan pihak penerbit bukan tata bahasanya,melainkan nilai jual yang terkandung dalam konten buku tersebut,karena merupakan "barang baru " dan belum banyak yang menulis. Tapi setelah mengalam cetak ulang hingga ke 15 kali,penerbit memahami,bahwa "Golden priode " dari materi yang disajikan sudah mulai basi ,sehingga tidak lagi dicetak ulang
Kembali KejudulÂ
Mengapa banyak Penulis Senior yang satu persatu mulai menghilang dari peredaran? Â Secara umum.para Penulis Senior merasakan bahwa sejak 2 tahun belakangan ini,telah terjadi "Regenerasi Penulis " atau boleh disebut "Peremajaan Penulis." Kita semua menyaksikan bintang bintang baru bertaburan,karena Pengelola tentu tidak ingin Blog Kompasiana ini menjadi semacam :" Panti Jompo para Penulis" yang tulisannya :"itu ke itu juga"seperti misalnya tulisan saya. Perlu ada dobrakan. Dan yang namanya mendobrak,pasti akan ada yang tergeser dan boleh jadi terpentalÂ
Disinilah sikap mental dari Para Penulis Senior diuji. Kalau disikapi negatif,maka hasil kreasi pikiran negatif akan tercipta opini dalam diri yakni :
- diri saya sudah tidak lagi dibutuhkan disini
- karena itu untuk apa saya tetap menulisÂ
- toh tidak akan ada lagi yang dapat saya capai disiniÂ
- merasa ibarat tebu ,habis manis sepah dibuang
Pikiran Jernih Menghasilkan Pemahaman Yang Positif
Tapi kalau kita mau berpikiran jernih ,maka akan tercipta pola pikir yang positif,segala sesuatu itu ada batas "masa keemasannya " dan bila kita sudah melaluinya, maka biarlah para penulis yang muda mendapatkan giliran untuk maju kedepan. Contoh aktual adalah diri saya sendiri.:
- Â sudah centang biruÂ
- Kompasianer of the year 2014
- sudah mencapai MaestroÂ
- total Headline 586 Â artikelÂ
Tapi mengapa masih terus menulis? Karena saya menulis bukan dengan tujuan mendapatkan penghargaaan ,walaupun tentu saja saya sangat senang dihargai. Karena mampu mengolah pikiran menjadi positif dan terus menulis . Sebagai Penulis,nama saya sudah berkibar dengan diterbitkannya 10 judul buku saya oleh Gramedia,tanpa menyetor satu senpun  Dan dari sudut popularitas..nama saya sudah masuk koran kompas sebagai Penulis National Best Seller .Lalu mengapa masih terus menulis di Kompasiana?Â
Saya menulis,demi untuk kebutuhan jiwa dan sekaligus mengaplikasikan hidup berbagi,bukan untuk hal hal lainnya.Semoga tulisan ini mampu menjadi masukan bagi Penulis Senior,yang sudah :"makan hati"akibat merasa tersisihkan  oleh penulis mileneal yang punya sejuta ide brriliant.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H