Tetapi malah jawabannya melenceng jauh ." Aduh,kalau kita yang belum pernah coba merasakan betapa sedihnya harus tinggal sendirian selama isolasi,memang bisa saja kita memberikan nasibat seperti itu ya Om. Tapi kalau kita pernah merasakannya,mungkin kita juga tidak mampu bertahan ya Om"Â
Terpana saya mendengarkan reaksi dari Dedi,sahabat lama,walaupun usianya terpaut jauh leibh muda dibandingkan saya. Tapi saya sadar,mungkin Dedi panik,anak satu satunya ,kini dirawat di rumah sakit,sehingga pikirannya tidak lagi dapat terkontrol dengan baik.Â
Mungkin tipe orang semacam Dedi ini bukan satu satunya,yang beranggapkan bahwa dirinya atau keluarganya adalah orang yang paling malang dan paling menderita di dunia ini ,sehingga harus didengarkan saja.
Karena itu,pesan tersebut tidak saya respon dan akan saya jawab,setelah Dedi cooling down. Rupanya ,karena pesan tidak dijawab,maka saya ditelpon oleh Dedi. Dan minta maaf,kalau pesan yang disampaikannya tidak berkenan dihati saya.Â
Karena itu, agar jangan sampai hubungan baik kami terputus ,hanya karena kesalahan paham,maka saya jelaskan secara singkat,bahwa jauh sebelum orang heboh mengenai istilah :"dikarantina" saya sudah sejak beberapa tahun lalu di Karantina di Australia,karena 85 persen paru paru saya mengalami infeksi ,sehingga setiap kali batuk,yang keluar darah yang berwarna kehitaman ,Dikuatirkan saya terkena TBC Dan orang Australia paling takut mendengarkan kata "tbc"Â
Kaki tangan saya dipasangi selang infus ,karena sama sekali tidak bisa makan dan setiap kali batuk darah menyembur keluar.Dalam waktu singkat bobot tubuh saya merosot. Didepan pintu kamar saya dipasangi tulisan besar besar :"Quarantine. Donot Enter"
Perawat dan dokter yang masuk berpakaian ala astronot. saking takut tertular tbc ,untuk sementara saya dinyatakan Pneumonia .Saya tidak bisa bernafas tanpa alat bantu.karena paru paru hanya 15 persen yang berfungssi. Sepanjang malam saya tidak tidur dan hanya menanti datangnya pagi,agar dapat bertemu isteri dan anak kami,walaupun hanya dibolehkan sesaat.
Sementara saya menjelaskan,Dedi terdiam . Dan setelah itu ia minta maaf,karena sama sekali tidak mengira,bahwa sebelum dunia heboh urusan Karantina,saya sudah menjalaninya di negeri orang,yakni di Wollongong Public Hospital"
Diharapkan agar artikel ini,dapat menjadi masukan yang berharga,bagi yang keluarganya sedang terbaring sakit,jangan menganggap bahwa diri kita satu satunya yang termalang di dunia, Diluar sana ,ada jutaan orang yang mungkin lebih menderita.dibandingkan diri kitaÂ
Tjiptadinata Effendi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI