Menulis Adalah Ibarat Lomba Lari Marathon
Setiap orang berhak untuk memilih jalan hidupnya masing masing. Termasuk dalam dunia tulis menulis. Ada yang menulis sekedar iseng dan kapan kapan ada waktu ,yang disebutkan sebagai Penulis 4 musim Yakni dikala musim semi,maka tiada hari tanpa tulisan ,tapi begitu memasukki musim panas,tulisannya mulai berkurang satu demi satu. Apalagi saat tiba musim gugur ,maka lebih banyak waktunya untuk malas malasan dan hanya sesekali saja menulis Bisa jadi sebulan sekali atau sebulan 2 kali. Puncak kelesuhan adalah saat musim dingin tiba, selama berbulan bulan tulisannya membeku dalam otak dan tidak mampu dituangkan dalam ujud artikel. Inilah gambaran yang dapat dilukiskan dari sudut pandang seorang Penulis alami ,karena saya sama sekali tidak pernah mengikuti kursus tulis menulis. Hal ini dapat dibuktikan dengan membaca karya tulis saya yang jauh dari konsep tata menulis yang benar. Bahkan tidak jarang kosa kata dengan wajah lama,masih sering saya tampilkan,karena sudah mendarah daging
Bila target kita pada diri sendiri :"Target saya adalah karya tulis saya suatu waktu dibukukan " ,maka bilamana target ini tercapai,maka Penulisnya mulai menyurut semangat menulis ,karena targetnya sudah tercapai . Sehingga dengan diterbitkannya buku karya tulis seseorang,apalagi bila diterbitkan oleh Penerbit beken ,maka Penulisnya sudah boleh dengan lantang menyebutkan dirinya sebagai Penulis. Dan setelah itu,karena merasa targetnya sudah tercapai,merasa cukup hingga disana,sehingga frekuensi menulis ,menjadi :"kapan kapan saja"
Pada waktu saya pertama kalinya ,membawa Naskah buku ke PT Elekmedia Komputindo di Gedung Kompas,jalan Palmerah ,Jakarta,hal yang pertama ditanyakan oleh pak Aloysius Arie Subagiyo ,yang menjadi Chief Editor disana adalah :"Maaf,rencana pak Effendi,mau menulis berapa judul buku.? Dan langsung saya jawab :"Selama naskah saya diterima,saya akan terus menulis"Â
"Deal" kata pak Arie ,sambil menyalami saya. Dan setelah bolak balik hingga 6  kali ,untuk proses editing,akhirnya buku perdana saya diterbitkan . Dan pada saat saya menanda tangani  Surat Perjanjian Kerja Sama dengan Pihak PT Elek Media Komputindo, Pak Arie mengingatkan saya :"Maaf pak Effendi. Begitu naskah diserahkan kepada kami, jangan tunggu hingga selesai dicetak,baru mulai menulis. Tapi begitu naskah diserahkan,lansung menulis untuk buku selanjutnya.  Dan tentu saja dengan berbesar hati saya sanggupi
10 Judul Buku Siap DiterbitkanÂ
Dan sebagaimana sudah pernah saya tuliskan,ada 10 judul buku saya yang diterbitkan oleh PT Elek Media Komputindo dan karena mengalami cetak ulang hingga 15 kali,maka buku buku saya dinyatakan termasuk :"National Best Seller" Senang? Sudah pasti sangat senang ,apalagi menerimaa royalty yang cukup fantastis
Hingga beberapa tahun kemudian,terjadi perubahan kebijaksanaan ,sehingga buku saya tidak lagi diterbitkan .Tapi saya tidak berhenti menulis ,hanya dialihkan kepercetakan lainnya. Kemudian karena kami sudah menetap di Australia ,saya alihkan untuk menulis di Kompasiana
Menjaga Konsistensi dan Stamina
Kalau lari jarak dekat yang dikenal dengan istilah :"Sprint" ,maka para Pelari mengambil ancang ancang dan begitu ada aba aba,para Pelari berusaha sekuat tenaganya untuk mencapai garis finish secepat mungkin. Tapi hal ini tidak dapat diterapkan dalam  lomba lari Marathon.,karena akan menempuh jarak jauh. Bagi yang tetap bersikukuh berlari dengan gaya Sprint,maka dalam waktu singkat sudah dapat dipastikan ia tidak akan mampu melanjutkan larinya. Dalam lomba lari marathon,yang harus dipertahankan adalah stamina ,untuk dapat menyelesaikan lomba hingga mencapai garis finish.
Tulisan ini hanya semata mata sebagai bagian dari hidup berbagi,yakni berbagi pengalaman hidup,dengan harapan ada manfaat yang dapat dipetik dari tulisan ini
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H