Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tradisi Sewa Kendaraan untuk Mudik Demi Gengsi

14 Mei 2021   19:42 Diperbarui: 14 Mei 2021   19:50 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Sudah Tidak Lagi Dapat Dilanjutkan

Kalau merantau, harus berhasil. Kalau belum berhasil, sebaiknya jangan pulang kampung, karena ada begitu banyak pertanyaan sinis yang akan menyesakan dada kita.

Hal tersebut saya alami ketika gagal total merantau selama dua tahun di Medan dan pulang kampung.  Karena sebelum berangkat ke Medan, semua orang Padang tahu kami sudah menikah, maka pertanyaan bukan lagi masalah kapan nikah, tetapi beralih ke pertanyaan mengenai kondisi ekonomi saya. Pertanyaan pertama adalah "Naik pesawat apa datang?" Padahal saya dan isteri hanya numpang Bis ALS kelas ekonomi, mengingat ketiadaan dana. Pertanyaan selanjutnya, "Pulang mau buka usaha ya?"  Terus mau beli rumah di mana? Kalau mau, ada nih rumah bagus yang mau dijual di daerah Pondok," Rasanya gimana tuh... Tapi itulah kenyataan hidup yang pernah saya alami.

Menyiasati Dengan Menyewa Kendaraan Baru

Teman teman yang sama sama pulang kampung tapi belum berhasil, maka mereka menyiasati dengan cara menyewa mobil yang masih baru. Karena mereka hanya pulang kampung untuk seminggu dua minggu, maka cara menyiasati dengan menyewa kendaraan ini dapat diterapkan. Begitu tiba di Kampung, sanak keluarga dan tetangga ramai ramai datang mengagumi kendaraan yang "baru dibeli" dengan harga ratusan juta rupiah. Tapi karena dulu saya pulang untuk kembali menetap di Kampung Halaman, maka tentu saja saya tidak  mungkin mempraktikkan siasat ini

Usai Pulang Kampung Sibuk Membayar Cicilan Kartu Kredit Akibat Kebanggaan Sesaat

Demi untuk menjadi gengsi diri dan sekaligus gengsi keluarga besar, maka pulang kampung dengan kendaraan baru ini seakan sudah menjadi sebuah patokan. Di samping itu, selama berada di kampung, saat acara bagi bagi Angpau, tentu saja nilainya tidak boleh lebih kecil dibandingkan dari saudara yang tidak ikut merantau. Entah darimana asal usul patokan ini, sejujurnya saya tidak bisa menjawabnya. Pokoknya, setiap orang yang merantau, bila pulang kampung harus menunjukkan bahwa dirinya sukses di rantau bila tidak mau jadi bahan gunjingan orang sekampung.

Hikmah dari Larangan Pulang Kampung 

Walaupun adanya larangan pulang kampung ini sempat membuat sebagian orang menjadi berang dan mengumpat-umpat, tapi sesungguhnya bila mau dikaji ulang dengan pikiran jernih, larangan ini justru telah menyelamatkan banyak orang sehingga tidak perlu lagi kasak kusuk untuk membayar cicilan Kartu Kredit, karena memang tidak bisa ke mana-mana

Tapi tentu hanya sedikit sekali orang yang mau mengakui hal ini karena  biasanya orang berprinsip "yang penting gengsi". Hal ini mengajarkan kita bahwa di samping untuk mencegah penularan covid-19, larangan pulang kampung ini secara nyata "memaksa " warga yang merantau untuk berhemat

Hanya sebuah renungan di malam hari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun