Takdir Sudah Menjemput Mereka Satu Persatu
Dulu setiap Hari Raya Idul Fitri tiba,walaupun kami non Muslim,tapi termasuk yang paling sibuk berkunjung kerumah para sahabat kami,bukan hanya yang ada di kota kami domisili tapi juga berkunjung keberbagai kota,hingga ke kampung kampung. Rasanya senang banget punya begitu banyak sahabat dari berbagai suku bangsa dan latar belakang,Â
Tapi belakangan ini, setiap tahun semakin berkurang orang yang dapat kami kunjungi atau kami ucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri,karena satu persatu sudah dijemput takdirnya.Â
Gambar di atas menunjukkan kami bersama dengan Pak Bimo Prakoso,yang biasanya aktif  sebagai prototol Paskibrata di Istana  Kami sempat mengujungi ,makam Cut Nyak Dhien di Sumedang dan itulah pertemuan kami yang terakhir kalinya.Â
Sehari sebelum dijemput takdirnya, pak Bimo alm.masih menelpon saya. Dan sama sekali tidak ada firasat,bahwa dalam usia yang relatif masih mudah  tkdir sudah menjemputnya.Â
Tetapi manusia boleh bikin janji,namun keputusan akhir ada ditangan Tuhan. Dua hari sebelum dipanggil Tuhan,kami masih saling menelpon dan setelah itu pak Wayan pergi untuk selama lamanya
Semakin saya mencoba melupakan,semakin kental bayangannya menjelma dalam hati. Yang kalau saya tuliskan semuanya,akan merupakan  sebuah album kesedihan.Â
Ada pak Sugiri ,yang pernah menjadi Kakanwil Deparpostel dan sewaktu pensiun ,pulang kampung ke Depok. Terakhir kali kami ketemu di Jakarta dan sempat makan bersama di rumah makan Padang ,Ternyata itulah perjumpaan kami yang terakhir.
Peristiwa demi peristiwa,semakin menambah pencerahan dalam diri saya,akan arti dan makna Takdir. Bahwa hidup itu tidak dapat ditakar secara sistimatik,kapan waktunya orang harus meninggalkan dunia ini untuk selama lamanya. Tak ada makluk di dunia ini yang dapat menolak takdir