Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Senang Dibilang "Cerewet" oleh Pak Felix Tani

21 Maret 2021   08:00 Diperbarui: 21 Maret 2021   08:54 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memaknai Arti Kata Sesuai Konteks 

Sepatah kata yang sama,bisa mengakibatkan dua hal yang bertolak belakang,yakni:

  1. senang
  2. marah

Misalnya kata :"Cerewet" ,bila diucapkan dengan nada marah:" Cerewet banget sih " ,maka bukan hanya yang mengucapkan marah,tapi orang yang disebut "cerewet" juga akan marah.Maka berhimpunlah dua energi negatif,hanya karena satu patah kata:"Cerewet" Yang dapat berakibat fatal,yakni berantem atau putus hubungan persahabatan,bahkan rusak hubungan kekeluargaan. Merawat hubungan baik dibutuhkan waktu bertahun tahun,tapi untuk merobek atau merusaknya,cukup hanya mengucapkan satu patah kata ditempat dan waktu yang tidak tepat

Tapi kalau cucu saya mengatakan :'Aduh ,engkong ini cerewet banget ah,tadi minta  kopi dikasih gula,tapi sudah dikasih gula,  kini dibilang kebanyakan gula." kata cucu saya sambil ketawa manis. Karena yang mengucapkan sambil bercanda dan diucapkan dengan senang hati,maka saya juga jadi ikut ketawa dan menambahkan:"Yang namanya Engkong itu biasalah cerewet hahaha"  Dalam hal ini,walaupun kosa kata yang dijadikan umpan adalah sama,tapi hasilnya beda banget. 

Dalam hal ini berlakulah hukum ,bukan hanya:'The right man in the right place" tetapi juga mengucapkan segala sesuatu pada tempat dan waktu yang tepat

Berlaku dalam berinteraksi dengan sahabat kita

Hal ini menunjukkan bahwa satu patah kata yang sama,baik yang diucapkan secara verbal ataupun yang dituliskan ,dapat menghadirkan multi tafsir bagi yang membaca atau mendengarkan. Yang bila tidak disikapi secara arif,dapat menghadirkan rasa tidak nyaman,bahkan kemarahan .Salah satu contoh ,adalah apa yang dituliskan oleh Pak Felix Tani ,tentang diri saya,yang dibilang :"Cerewet" .

Saya sama sekali tidak merasa tersinggung ,apalagi marah,bahkan merasakan betapa erarnya hubungan batin antara saya dan pak Felix Tani ,sehingga mampu menghadirkan humor segar dan berkelas. Lho ,kog humor ada yang berkelas? Benar,ada "humor murahan" misalnya bercanda tentang hal hal yang jorok atau berbau pornografi ,bahkan bagi umum dianggap tidak santun,bagi kalangan penyuka humor murahan ,dianggap sebuah candaan

Kembali Kejudul

Dalam salah satu tulisan pak Felix Tani yang berjudul:"Tjiptadinata Menang Karena Senang" ,saya kutip sebaris dua sebagai berikut:

"Menyenangkan, agaknya, karena Pak Tjip tampil sebagai seorang kakek atau bapak, atau sejawat, bagi para Kompasioner.Jadi, walau artikelnya terkadang cerewet, kita tetap menyukainya.Bukankah kita suka merindu “kecerewetan” kakek menasehati ini itu kepada kita?Bukankah kita sering juga merindu “kemarahan” seorang bapak karena rasa kasihnya kepada kita? Atau merindu “teguran” atau “saran” dari sejawat kita?

Saya kira, satu-satunya ambisi Pak Tjip adalah berbagi “kesenangan” dengan sesama Kompasioner.Karena itu, sejauh yang saya baca, artikelnya tidak pernah menyinggung perasaan.Ada teguran, anjuran, untuk misalnya belajar dari berbagai peristiwa atau gejala sosial di Australia, sebagaimana dilaporkannya.Tapi kita tidak pernah nyeletuk,dengan mengatakan misalnya, “Itu kan di Australia, Opa?”.Sebaliknya, dengan cara bercerita kakek kepada cucu di pangkuannya, ia berhasil menginspirasi kita para pembacanya' (sumber).

Nah,karena sudah tahu bahwa saya cerewet,sekalian saya cerewetin lagi,yakni :" Janganlah mengambil kesimpulan ,hanya berdasarkan potongan potongan kalimat atau hanya berdasarkan sepatah kata. Bacalah atau dengarkanlan terlebih dulu dengan seksama konteks dari sebuah tulisan atau pembicaraan"

Tapi kalau saya  dibilang :"Tjiptadinata Effendi yang sudah berusia senja" darah saya langsung mendidih dan lupa akan nasihat saya sendiri. Orang yang mengatakan akan saya kejar hingga keujung dunia manapun " (emangnya dunia ada berapa

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun