Memaknai Arti Kata Sesuai Konteks
Sepatah kata yang sama,bisa mengakibatkan dua hal yang bertolak belakang,yakni:
- senang
- marah
Misalnya kata :"Cerewet" ,bila diucapkan dengan nada marah:" Cerewet banget sih " ,maka bukan hanya yang mengucapkan marah,tapi orang yang disebut "cerewet" juga akan marah.Maka berhimpunlah dua energi negatif,hanya karena satu patah kata:"Cerewet" Yang dapat berakibat fatal,yakni berantem atau putus hubungan persahabatan,bahkan rusak hubungan kekeluargaan. Merawat hubungan baik dibutuhkan waktu bertahun tahun,tapi untuk merobek atau merusaknya,cukup hanya mengucapkan satu patah kata ditempat dan waktu yang tidak tepat
Tapi kalau cucu saya mengatakan :'Aduh ,engkong ini cerewet banget ah,tadi minta kopi dikasih gula,tapi sudah dikasih gula, kini dibilang kebanyakan gula." kata cucu saya sambil ketawa manis. Karena yang mengucapkan sambil bercanda dan diucapkan dengan senang hati,maka saya juga jadi ikut ketawa dan menambahkan:"Yang namanya Engkong itu biasalah cerewet hahaha" Dalam hal ini,walaupun kosa kata yang dijadikan umpan adalah sama,tapi hasilnya beda banget.
Dalam hal ini berlakulah hukum ,bukan hanya:'The right man in the right place" tetapi juga mengucapkan segala sesuatu pada tempat dan waktu yang tepat
Berlaku dalam berinteraksi dengan sahabat kita
Hal ini menunjukkan bahwa satu patah kata yang sama,baik yang diucapkan secara verbal ataupun yang dituliskan ,dapat menghadirkan multi tafsir bagi yang membaca atau mendengarkan. Yang bila tidak disikapi secara arif,dapat menghadirkan rasa tidak nyaman,bahkan kemarahan .Salah satu contoh ,adalah apa yang dituliskan oleh Pak Felix Tani ,tentang diri saya,yang dibilang :"Cerewet" .
Saya sama sekali tidak merasa tersinggung ,apalagi marah,bahkan merasakan betapa erarnya hubungan batin antara saya dan pak Felix Tani ,sehingga mampu menghadirkan humor segar dan berkelas. Lho ,kog humor ada yang berkelas? Benar,ada "humor murahan" misalnya bercanda tentang hal hal yang jorok atau berbau pornografi ,bahkan bagi umum dianggap tidak santun,bagi kalangan penyuka humor murahan ,dianggap sebuah candaan
Kembali Kejudul
Dalam salah satu tulisan pak Felix Tani yang berjudul:"Tjiptadinata Menang Karena Senang" ,saya kutip sebaris dua sebagai berikut:
"Menyenangkan, agaknya, karena Pak Tjip tampil sebagai seorang kakek atau bapak, atau sejawat, bagi para Kompasioner.Jadi, walau artikelnya terkadang cerewet, kita tetap menyukainya.Bukankah kita suka merindu “kecerewetan” kakek menasehati ini itu kepada kita?Bukankah kita sering juga merindu “kemarahan” seorang bapak karena rasa kasihnya kepada kita? Atau merindu “teguran” atau “saran” dari sejawat kita?