Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Ini Ulang Tahun Ke-56 Pernikahan Kami

2 Januari 2021   03:41 Diperbarui: 2 Januari 2021   03:44 1298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mohon Doa Restu

Pada tanggal 2 Januari,1965 kami melangsungkan pernikahan di kota Padang ,secara sederhana .Tidak dirayakan di hotel ataupun restoran mewah,melainkan dirumah orang tua kami. Karena keterbatasan keuangan,kami hanya honeymoon dari Padang ke Bukittinggi .Di Bukittinggi kami mencari penginapan yang murah meriah di Jalan Tembok Bukittinggi. Hanya dua hari dan kemudian kami kembali ke Padang,untuk bersiap siap melakukan perjalanan hidup ,dengan mencoba merantau ke kota Medan. 

Setelah melalui hari demi hari,kami berdua baru sadar bahwa ternyata hidup pernikahan itu tidaklah seindah dalam kisah Cinderella. Yang ditutup dengan kalimat yang memukau:"Cinderella menikah dengan Sang Pangeran dan mereka hidup berbahagia selama lamanya" Ternyata kenyataan yang kami hadapi tidaklah seperti dalam kisah tersebut. Semakin hari ,kami semakin menghayati,bahwa :"Cinta itu memang menyenangkan ,tapi tidka mengenyangkan" 

ket.foto: 2 Januari ,1965./dokumentasi pribadi
ket.foto: 2 Januari ,1965./dokumentasi pribadi
Riwayat Singkat Hidup Pernikahan Kami

Seminggu setelah menikah,kami berangkat ke Medan dengan bus ALS .Menumpang di rumah tante kami di Jalan Gandhi no.39 F. Kami tidak ingin menjadi benalu dirumah tante. 

Ternyata baru sadar,kalau mau bekerja di Medan,setidaknya harus bisa berkomunikasi dalam bahasa Mandarn,sedangkan hanya hanya bisa bilang :"Xie xie nin".Karena itu saya memutuskan untuk menjadi pedagang antar kota ,yakni dari Medan ke Padang dan sebaliknya. 

Isteri saya pada awalnya tidak setuju,karena hal ini berarti saya harus hidup terpisah dengan isteri selama saya berada dalam perjalanan pulang pergi .Tapi karena tidak mungkin kami membebani hidup tante kami,maka akhirnya saya jadi juga pedagang antar kota

ket.foto : bersama anak mantu cucu dan cucu mantu./dokumentasi pribadi
ket.foto : bersama anak mantu cucu dan cucu mantu./dokumentasi pribadi
Dagang Antar Kota Gagal.Pulang Kampung Jualan Kelapa

Tidak sampai 6 bulan,berdagang antar kota. bobot tubuh saya merosot terus,karena perjalanan dengan bus ,sekitar 20 jam ,jadi pulang pergi 40 jam. Apalagi menumpangALS non AC,bisa dibayangkan bagaimana saya menjalaninya. 

Ternyata karena tidak berpengalaman dan terus merugi,hingga semua modal habis,bahkan masih menyisakan utang pada tante kami dalam jumlah yang cukup besar.

Saya mencoba bekerja di PT Pikani Timbang Deli di Petumbak,tapi dua tahun kerja ,tidak ada sisa uang yang dapat ditabungkan,malah saya hamoir mati karena terserang malaria.Berhubung kami tinggal dipinggiran hutan. 

Akhirnya ,kami memutuskan pulang kampung . Bukan perkara mudah bagi kami,mengingat pada umumnya,orang Padang merantau dan baru akan pulang kampung setelah mampu mengubah nasib .Tapi kami sebaliknya,gagal dan pulang kampung

ket.foto : bersama Admin Kompasiana dan sahabat Kompasianer/dokumentasi pribadi
ket.foto : bersama Admin Kompasiana dan sahabat Kompasianer/dokumentasi pribadi
Jualan Kelapa di Pasar Tanah Kongsi

Setiba di Padang,tidak ada waktu bagi kami untuk meratapi nasib ,karena hidup masih terus berlangsung dan kami tidak ingin pulang kampun g untuk membebani orang tua kami. Maka saya,menyewa kedai  di Pasar Tanah Kongsi dan sekaligus menjadi tempat tinggal . Saya jualan kelapa dan isteri mengajar.

Pada waktu itu anak kami baru satu orang. Perjalanan hidup kami semasa ini,bagaikan bernafas dalam lumpur. Demi untuk makan sebungkus nasi rames untuk kami anak beranak,tidak jarang harus ngebon .Bahkan ketika putra kami sakit ,untuk berobat,saya menjual cincin kawin 

Pada saat saat seperti ini,terasa benar akan arti dan makna kalimat:"Ketika anda tertawa,maka seluruh dunia akan ikut tertawa bersama anda,tapi bila anda menangis,maka merataplah seorang diri"

ket.foto: bersama keluarga besar/dokumentasi pribadi
ket.foto: bersama keluarga besar/dokumentasi pribadi
Badai Kehidupan Berlalu

Berkat kerja keras saya dan isteri dan doa yang tak pernah kami lupakan pagi,siang dan malam.akhirnya Tuhan membukakan jalan bagi kami untuk mengubah hidup. Badai kehidupanpun berlalu. 

Kami menemukan turning point kehidupan dan setelah bertahun tahun menderita,nasib kami berubah bagaikan siang dan malam.Lagi lagi ingat akan pesan moral :"My destiny is in my hands and your destiny is in your hands" Nasib ada ditangan kita masing masing ,sedangkan takdir ada ditangan Tuhan.

Dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan,setelah jatuh bangun dalam menghadapi badai kehidupan,akhirnya ketika kami sama sama menua,dapat menikmati kasih sayang anak mantu cucu dan cucu mantu,serta dikelilingi orang orang yang menyayangi kami. 

Perjalanan panjang yang disertai perjuangan hidup yang tidak pernah mengenal kata menyerah,akhirnya kami dapat menikmati hidup damai dan bahagia 

Terima kasih tak terhingga kepada semua sahabat yang telah mengingat kami dalam doa doanya

Tjiptadinata Effendi dan Roselina

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun