Kebersamaan Dalam Keberagaman
Mengenai apa yang dimaksudkan dengan Boxing Day sudah banyak dibahas di mana-mana, bahkan menjadi trending topic dalam minggu ini.Â
Ada beragam versi dipaparkan, dari tradisi memberikan kado Natal bagi para pembantu rumah tangga di Inggris hingga Boxing Day yang dihubungkan dengan ruang kehidupan lainnya. Sehingga tidak perlu lagi diulangi di sini.
Yang seragam adalah setiap perayaan Boxing Day, merupakan hari libur, termasuk di Australia. Dan yang namanya hari libur, semua kantor pemerintah ditutup. Bahkan kemarin ketika saya ke bengkel, ternyata juga tutup.Â
Tanggal 25 Desember, Hari Raya Natal, merupakan hari libur resmi di mana-mana dan menyusul tanggal 26 Desember merupakan hari Boxing Day, Â juga libur. Bahkan Jika 26 Desember adalah hari Sabtu, hari libur bank Boxing Day dipindahkan ke Senin berikutnya. Jika 26 Desember jatuh pada hari Minggu, maka hari liburnya adalah pada hari Selasa berikutnya.Â
Boxing Day merupakan kesempatan bagi supermarket jumbo seperti Coles, Woolworth, Meyer, K Mart, Aldi, dan sebagainya untuk melepas semua sisa stok barang yang tidak terjual jelang Natal, dengan menawarkan diskon jumbo. Akibatnya, orang termotivasi membeli barang-barang yang sesungguhnya tidak diperlukan. Namun saking terbuai oleh diskon yang menggiurkan, akhirnya jadi membelanjakan uangnya
Malam tadi (26 Desember), untuk pertama kalinya saya dan istri hadir dalam acara Boxing Day yang diselenggarakan di Lantai 5 Apartement di Filburn, yang berlokasi di Scarborough. Kehadiran kami di sini karena diajak oleh putra kami Irmansyah Effendi. Dan yang namanya Boxing Day tentu tidak lepas dari saling bertukar kado.Â
Tapi kata putra kami, "Papa mama tidak usah bawa kado, nanti saya yang persiapkan".
Ya enak bangetlah ya, kami cuma datang melenggang, tidak bawa makanan dan tidak bawa kado karena semua sudah dipersiapkan untuk kami berdua.
Kami berdua mendapatkan kehormatan pertama untuk mengambil makanan secara prasmanan. Bingung juga menyaksikan aneka ragam kuliner terbentang di hadapan kami.Â
Ada western food lengkap dengan aneka ragam kue dan Asian food atau lebih tepat dikatakan sebagai Indonesian food, seperti sambal udang petai balado, rendang Padang, ikan bakar, gado-gado, ada ikan salmon, dan wuih ...banyak lagi yang lainnya. Rasanya semua mau dilahap.Â
Namun kami mengambil secukupnya, karena sadar diri bahwa mengambil banyak dan kemudian terbuang bukanlah hal yang baik. Kalaupun sudah makan dan masih merasa lapar, orang boleh saja balik lagi untuk tambuah ciek.
Tak lupa ada buah ceri yang besar-besar dan buahan lainnya. Yang tidak disediakan adalah masakan dari daging babi karena di antara yang hadir ada yang beragama Islam.
Berada di tengah keberagaman suku bangsa sungguh menghadirkan citra rasa living in harmony. Dari yang hadir hanya beberapa orang saja yang kami kenal, selebihnya merupakan wajah-wajah baru bagi kami berdua. Dalam suasana kebersamaan ini tentu tak elok bila menciptakan pembicaraan pribadi dengan seseorang, hanya untuk bertanya nama dan asal dari negara mana.Â
Sebelum acara dimulai, saya sempat mendapatkan informasi bahwa yang hadir terdiri dari berbagai latar belakang negara asal. Selain dari yang berasal dari Indonesia dan Australia, ada yang berasal dari New Zealand, Amerika, Irlandia, Rusia, Hongkong, dan lainnya.
Karena terpana oleh suasana ceria dan gembira, saya tidak mau menguras energi hanya untuk menghafal darimana negeri asal orang. Karena hal ini tidak penting. Yang terpenting adalah spirit dalam kebersamaan dalam segala perbedaan dan keberagaman.
Luapan kegembiraan dan keceriaan ini diungkapkan saat bertukar kado. Caranya, setiap yang hadir wajib bawa kado yang bernilai antara 30 hingga 50 dolar. Hal ini juga dimaksudkan agar tidak terjadi kesenjangan yang mencolok antar peserta Boxing Day. Ada pasangan suami istri yang secara sukarela menjadi Santa Claus.
Karena saya dan istri merupakan sosok yang paling tua di antara yang hadir, maka mendapatkan kesempatan untuk mengambil nomor undian terlebih dulu. Ternyata nomor yang saya ambil adalah nomor 5, yakni kado kami sendiri. Maka semua yang hadir tertawa ria.
Undian diulang kembali dan saya mendapatkan nomor 25. Kemudian Santa Claus menyerahkan hadiah kepada saya.
Tiba giliran istri saya, ternyata nomor yang dapat adalah nomor 24 Â Lagi-lagi para hadirin tertawa. Kok bisa, nomor yang kami ambil berurutan, yakni saya nomor 25 dan istri nomor 24?
Tapi ini adalah sebuah kenyataan yang sekaligus menepis kekeliruan cara berpikir bahwa "ah, nggak mungkinlah"Â
Sengaja nama-nama yang hadir tidak saya sebutkan, karena khawatir ntar salah tulis, karena saya hanya mendengar nama sepintas. Nah daripada salah menulis nama orang, lebih baik jangan ditulis ah. (ini cuma alasan saya, padahal sesungguhnya saya tidak hafal nama mereka)
Usai acara tukar-menukar kado dengan cara dan gaya yang unik dan memancing ketawa sepanjang acara berlangsung, saya melirik ke arloji. Jam sudah menunjukan pukul 9.20 malam dan acara masih akan berlanjut hingga midnight. Karena masih harus mengemudikan kendaraan selama setengah jam menuju kediaman kami di Burns Beach, saya dan istri pamitan. Diantarkanlah kami hingga ke tempat parkir oleh putra kami Irmansyah.
Ada rasa syukur yang meluap dalam hati, karena di usia menua, kami diberikan kesempatan untuk menikmati saat-saat bahagia dalam segala keberagaman. Satu lagi bukti bahwa perbedaan bukanlah kutukan, melainkan justru merupakan berkat bagi umat manusia. Asal saja sama-sama mau membuka hati untuk menciptakan living in harmony.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H