Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Artikel yang Lahir dari Rahim Secangkir Kopi

30 November 2020   20:08 Diperbarui: 30 November 2020   20:29 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membuktikan Bahwa Ide untuk Menulis Bertaburan Bagaikan Bintang di Langit 

Setiap orang tentu memliki sudut pandang yang berbeda dalam menentukan sikap, apakah menemukan ide menulis itu sulit atau bahkan semudah membalik telapak tangan? Ada yang kesulitan menemukan ide, tapi bila menemukan ide, maka selanjutnya dengan sangat mudah menuangkan dalam rangkaian kata yang memiliki daya tarik untuk dibaca orang.

Sebuah tulisan yang mengandung informasi berharga dan syukur syukur sekaligus ada pesan moral yang tersampaikan dalam tulisan tersebut. Tapi bagi saya, yang terjadi justru hal sebaliknya.

Untuk menemukan ide, semudah membalikan telapak tangan,tapi kesulitan saya adalah menuangkan ide tersebut dalam tata bahasa yang baik, sehingga memliki daya tarik bagi para pembaca. 

Hal inilah yang sejujurnya, hingga saat ini belum saya dapatkan kiat kiat yang jitu. Tulisan saya boleh dikatakan, merupakan tulisan: "suka-suka saya". Karena itu, tulisan saya amat jarang mendapatkan tempat di Headline. karena disinilah letak kelemahan saya sebagai seorang Penulis 

Ket.foto : salah satu Cafe terkenal di Perth /dok pribadi
Ket.foto : salah satu Cafe terkenal di Perth /dok pribadi
Kembali ke Judul

Sambil duduk menyeruput secangkir kopi hangat yang disediakan isteri tercinta,maka dalam selayang pandang, saya sudah mendapatkan ide untuk menulis tentang hal ikhwal kopi.

Kopi merupakan komoditas yang diminati jutaaan orang, tidak peduli resesi ekonomi, pencandu kopi setiap hari pasti minum secangkir kopi Tidak mengenal pasang surut, seperti halnya minuman lainnya. Kopi sudah merupakan minuman sepanjang masa. Karena harganya rata-rata terjangkau oleh segala lapisan masyaratkat dari mulai tukang becak, Pekerja bangunan, hingga boss besar diperusahaan. 

Hanya tempat dan lokasi menikmati minuman ini saja yang membedakan mereka. Kalau minum secangkir kopi di kedai kaki lima, dengan harga Rp.10.000 sudah berikut dengan pisang goreng. Tapi kalau minum kopi di Starbucks, hanya untuk segelas kopi,kita harus membayar 50 -60 ribu rupiah. 

Hal ini juga berlaku di Australia. Minum kopi di food court, secangkir kopi seharga rata rata 5 dolar, tapi kalau minum di Cafe terkenal, secangkir kopi harganya 10 dolar.

Sekilas tentang Pernak Pernik Kopi

Sebagai orang yang pernah berkecimpung selama hampir duapuluh tahun dibidang ekspor kopi,sudah tentu saya harus terlebih dulu memahami tentang pernak pernik kopi. 

Sebelum mulai melangkah untuk mengekspor kopi, pertama yang saya lakukan adalah berkunjung langsung ke kebun kopi. Bertepatan kebun kopi yang paling dekat dari kota Padang, adalah di kabupaten Solok,kampung halaman isteri saya. Karena jalanan di Sumatera Barat pada waktu 40 tahun lalu masih sempit dan berlubang lubang, maka butuh waktu sekitar 3 jam saya mengemudikan kendaraan dari Padang.  

Kami bawa sedikit oleh oleh dari Padang sebagai hadiah bagi para Petani. Kemudian setelah menyenangkan hati orang, maka dengan mudah saya bisa bertanya apa saja tentang kopi. Bahwa ada 2 jenis kopi yang ditanam di sini,yakni Kopi Robusta dan Kopi Arabica. Harga kopi Arabica  jauh lebih mahal dibandingkan dengan kopi Robusta

Ternyata proses dari biji kopi yang dipetik dipohonnya dibutuhkan waktu  sekitar 30 hari untuk pengeringannya. LKetika mengalami proses pengeringan,tidak boleh langsung kena sinar matahari,karena kan mengurangi aromanya. Jadi harus di pasang tenda dari plastik. Dan untuk dapat menghasilkan satu kilogram biji kopi, dibutuhkan 7 kilogram biji kopi yang baru dipetik dari pohonnya. Dan kopi yang paling bagus kualitasnya adalah kopi yang sewaktu dipetik,sudah matang. 

Yang ditandai dengan kulitnya yang berwarna merah. Bila yang dipetik dalam keadaan masih muda,maka disamping kesusutan lebih banyak,juga rasanya jauh berkurang. Karena itu,tidak sembarangan orang boleh ikut memetik biji kopi, karena bila tercampur dengan biji kopi yang masih muda,dapat merusak rasa kopi secara keseluruhannya. Sebelum di perbolehkan untuk ikut mengekspor kopi, perusahaan yang saya kelola harus terdaftar sebagai AEKI - Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia.

Mungkin banyak yang belum tahu,bahwa sekitar 3000 tahun lalu, bangsa Etophia di Afrika adalah yang pertama  mengenal tanaman kopi ini . Menikmatinya dan kemudian menjadi viral di dunia. 

Di era terkini,rasaya sulit membayangkan ,hidup tanpa kopi. Bagi saya pribadi, kalau harus memilih antara kopi atau sarapan,maka saya lebih memilih secangkir kopi. Saya bisa melewati pagi hari tanpa sarapan,tapi tidak bisa membiarkan pagi  berlalu ,tanpa secangkir kopi

Nah, inilah artikel yang lahir dari secangkir kopi

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun