Tanpa Kesehatan Semuanya Menjadi Tidak Berarti
Membaca berbagai berita yang menceritakan betapa begitu banyak orang tidak mematuhi protokol kesehatan dalam masa Pandemi ini di tanah air kita, sungguh ikut merasa sedih.Â
Mereka berlaku seakan akan kesehatan itu semacam barang murahan,yang bila hilang bisa dibeli gantinya. Saya berani mengatakan hal ini, karena saya pernah melakukan kesalahan, sehingga karena kurang hati hati, saya harus di operasi berkali kali.Â
Singkat Cerita
Komoditas biji kopi yang sudah siap untuk dikapalkan,sesuai ketentuan, harus di fumigasi, untuk mematikan kuman kuman yang mungkin ada. Hal ini untuk mencegah,jangan sampai biji kopi yang diekspor, sekaligus membawa aneka ragam kuman dan dapat tersebar di tempat tujuan.Â
Seluruh tumpukan biji kopi yang sudah dikarungkan dan siap untuk diberangkatkan dibungkus dengan plastik dan kemudian disebarkan racun untuk membunuh seluruh kuman dan serangga yang mungkin ada dalam tumpukan kopi tersebut.
Petugas hanya mengingatkan kepada saya,bahwa  tutup plastik tidak boleh dibuka ,selama 24 jam,karena racunya dapat menyebar dan membahayakan.
Seharusnya, sewaktu dilakukan fumigasi,gudang harus dikunci dan tak seorangpun boleh berada di dalam gudang.Karena saya tidak bertanya maka saya tidak tahu akan bahayanya dan tetap bekerja disana untuk menimbang barang,hingga malam. Tapi tiba dirumah, tengah malam dari hidung dan mulut saya keluar darah.
Tentu saja saya dan istri sangat kaget, karena saya sama sekali tidak dalam kodisi sakit apapun. Saya baru sadar,bahwa hal ini terajdi karena saya masih berada didalam gudang, padahal seharusnya gudang dikunci hingga esok harinya.
Berlarut Larut
Karena saya sama sekali tidak merasa sakit,maka ketika diajak  istri untuk ke rumah sakit,saya hanya bilang bahwa saya butuh tidur dan besok akan baik baik saja.Â
Tapi malamnya saya demam tinggi dan esok pagi baru ke rumah sakit, Ternyata infeksi pada saluran pernafasan ,sehingga harus dioperasi di Rumah Sakit Yos Sudarso di Padang, Tapi operasi tidak sesuai harapan,karena usai di operasi, wajah saya membengkak dan penciuman saya hilang total. Oleh doker specialist yang menangani, saya dirujuk ke Rumah Sakit Mount Elisabeth di Singapore. Disini saya di operasi lagi sebanyak 3 kali.
Saat ketiga kalinya akan dioperasi, pikiran saya jadi menerawang dan timbul rasa takut: "Sudah 2 kali operasi gagal dan saya selamat. Masihkah pada Operasi ketiga kalinya ini saya bisa selamat?" Semakin saya pikirkan semakin keluar keringat dingin. Saya sendirian di sana,karena istri hanya boleh datang membezuk pada jam bezuk.
Menjadi Pelajaran Berharga
Bersyukur setelah di operasi ketiga kalinya di Singapore, berarti sudah keempat kalinya bila dihitung dengan operasi di Yos Sudarso, saya selamat Hal ini menjadi pelajaran paling pahit bagi saya, bahwa kehilangan kesehatan menyebabkan saya tidak bisa menikmati apapun lagi.
Semoga pengalaman pahit ini dipetik hikmahnya oleh orang banyak Bahwa belajar dari kesalahan orang lain, agar jangan sampai harus mengalami hal yang sama.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H