Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Horor Kehidupan (Pengalaman Pribadi)

8 Agustus 2020   04:00 Diperbarui: 8 Agustus 2020   05:12 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup Tidak Selalu Semulus Kisah Cinderella

Saya senang humor ,tapi melihat situasi dan kondisi. Karena sebagai orang yang dianggap sudah banyak makan asam garam kehidupan dan merasakan pahitnya rasa empedu,tentu saja saya tidak sembarangan mengubar humor disana sini. 

Sehingga sempat mendapatkan gelar Humoris Causa dari Prof.Felix Tani ,seorang Suhu yang mampu menciptakan wahyu bagi yang sudah terconnecting dengan Sang Professor. Tapi sesungguhnya dibalik rasa humor yang mengalir dalam darah saya yang berwarna merah, sesungguhnya tersembunyi kisah horor kehidupan. 

Menyimpan kisah horor kehidupan lama kelamaan akan rusak digerogoti zaman. Maka oleh karena itu ,tiba saatnya saya bagikan kepada semua orang yang berkenan untuk membaca dan menikmatinya

Terpancang Dibambu Runcing

Saya terpancang dibambu runcing,bukan karena berjuang melawan penjajah. Karena pada waktu Indonesia diduduki tentara Dai Nippon, saya baru tiba di dunia ini, tepatnya 21 Mei 1943. Dan ketika Belanda datang,saya masih pakai celana monyet dan belum mampu melawan siapapun. Kisah ini adalah akibat overdosis percaya diri. 

Agar tidak membosankan, saya to the point . Sewaktu masih muda ,saya hobi berburu tupai. Apalagi orang kampung menyambut setiap kali saya datang dengan penuh antusias,karena keberandaan tupai ini bagi orang kampung merupakan hama yang merusak buah kelapa mereka. Di bawah pohon kelapa tampak menumpuk buah kelapa yang sudah jatuh,karena dilubangi oleh tupai. Akibatnya ,orang kampung bersusah payah menanam pohon kelapa,tapi tidak dapat menikmati hasilnya ,karena sudah kedahuluan oleh tupai yang ratusan ekor banyaknya. 

Karena itu,walaupun jarak dari rumah orang tua saya,hingga ke Lubuk Alung ,saya harus mengendarai sepeda sejauh lebih kurang 30 kilometer. setiap hari Minggu saya dan teman saya Herman selalu datang kesini untuk berburu tupai. Dan setiap kali datang,sekitar 30 ekor tupai berhasil ditembak. Tupai yang sudah tertembak ,kami kumpulkan dan dengan bangga dibawa pulang ke Padang. 

Untuk dibagi bagikan kepada para tetangga,karena menurut keyakinan orang Padang,daging tupai berkhasiat menyembuhkan penyakit kulit, seperti korengan dan gatal gatal.

Overdosis Percaya Diri

Suatu waktu ,ketika menembak tupai ,ternyata tupai tersebut jatuh dibalik pagar bambu. Kalau tidak diambil,tupai tersebut akan membusuk dan dapat menjadi sarang penyakit bagi orang kampung.  Maka dengan penuh rasa percaya diri,saya naik keatas pohon dan kemudian melompat dengan tujuan bisa tiba dibalik pagar bambu. Ternyata celana saya tersangkut dan tubuh saya terjatuh pas diatas pagar bambu Pagarnya patah dan saya terjatuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun