Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sarjana Menikah dengan Tukang Bangunan? Bukan Aib

27 Juli 2020   07:00 Diperbarui: 27 Juli 2020   07:20 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penghasilan Tukang Bangunan Lebih Besar dari Sarjana

Beda negeri, beda budaya, dan beda sudut pandang. Kalau di negeri kita, seorang wanita sarjana menikah dengan seorang tukang bangunan, agaknya masih terasa janggal kedengarannya. Baik bagi pengantin yang akan menikah, maupun keluarganya. 

Kalau dalam pembicaraan emak-emak ada pertanyaan, " Menantunya kerja di mana bu?" Mau menjawab, " Hm mantu saya tukang batu," hampir pasti akan ada pertanyaan bernada heran, "Lho kog bisa begitu? Putri ibu kan sarjana.guru lagi, kog menikah dengan Tukang Batu?" 

Nah, ini adalah gambaran yang terjadi di negeri kita, di mana posisi "orang kantoran" masih dianggap selevel lebih tinggi ketimbang pekerja kasar seperti Tukang Batu atau Tukang Kayu.

Tapi seperti kata peribahasa, "Lain Padang, Lain pula Belalangnya". Di sini gaji tukang bangunan, atau tukang las, rata-rata sekitar 5-6 ribu dolar atau setara dengan 60 juta rupiah uang kita. Jumlah ini lebih besar dari gaji rata-rata "orang kantoran".

Sudut Pandang yang Berbeda

Lain padang lain belalangnya,lain negeri lain pula sudut pandang terhadap berbagai masalah hidup. Teman cucu kami, seorang sarjana pendidikan dan mengajar di salah satu sekolah negeri setingkat SMA menikah dengan seorang Tukang Batu. 

Tapi di sini tidak ada yang heran, apalagi sampai nanya-nanya, mengapa begini mengapa begitu? Karena dalam pergaulan dan berinteraksi dengan orang sekitar, orang di sini sama sekali tidak peduli kerja apa atau punya titel ataupun tidak. 

Rata-rata orang Australia tidak menggunakan titel di depan maupun di belakang namanya. Walaupun sesungguhnya lulus Master of degree. Contoh aktual lainnya, cucu kami Dea Karina Putri lulus Master of degree, tapi sejak lulus dan diwisuda tidak pernah menggunakan titelnya. Karena di sini dalam pergaulan, orang hanya melihat dari cara kita melayani tamu. Mengenai apa posisi kita, sama sekali tidak penting.

Selama lebih dari sepuluh tahun di Australia, saya tidak tahu apa agama dan apa persisnya pekerjaan teman-teman kami, kecuali mereka yang mulai menceritakannya.

Tukang Pel Lantai Berani Ajak Nyonya Rumah  ke Restoran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun