Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membuka Hati untuk Memaafkan

25 Juli 2020   05:44 Diperbarui: 25 Juli 2020   06:10 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbagi Sepotong Kisah Hidup

Menyimpan dendam dan kebencian akan menyebabkan orang tidak dapat menikmati kebahagiaan yang sejati. Walaupun mungkin saja dari segi ekonomi sudah memiliki kehidupan yang mapan, rumah yang mewah, dan semuanya serba ada. Karena dendam dan kebencian adalah ibarat duri dalam daging,yang menyebabkan orang akan menderita sepanjang hayat, selama duri tersebut tidak dicabut.

Melakukan travelling ke tempat wisata untuk menghilangkan kegalauan hati, hanya dapat membantu sesaat.Tapi ketika kembali ke hotel dan terbaring ditempat tidur maka duri dalam daging yakni rasa sakit hati, dendam dan kebencian kembali menghantui dirinya. 

Sedang, menikmati suasana ceria bersama anak istri tetiba bayangan orang yang sudah menyakiti hati muncul, maka dalam sekejab suasana bahagia yang dirasa secara serta merta meredup dan layu.

Memaafkan Itu Melegakan  

Bila kita mampu memaafkan orang yang sudah melukai hati kita teramat dalam maka sesungguhnya yang pertama merasakan kelegaan itu adalah diri kita sendiri. Tentang apakah orang yang sudah kita maafkan akan merasa lega atau tidak, mana kita tahu?

Tapi mengatakan sesuatu jauh lebih mudah ketimbang mempraktikkannya secara nyata. Memaafkan itu mudah diucapkan, semudah membalik telapak tangan. Tapi untuk mempraktikkannya sangat sulit, sesulit membalikkan telapak kaki. Memaafkan orang yang lupa mengembalikan barang-barang kita yang dipinjam, misalnya, sama sekali tidak masalah. Sebagaimana memaafkan orang yang minjam uang tapi lupa bahwa ia pernah minjam pada kita.

Tapi memaafkan sahabat baik yang sudah menghianati diri kita atau memaafkan orang yang kita sayangi seperti keluarga sendiri tapi menghianati kepercayaan kita? Sejujurnya sangat tidak mudah. Kita perlu usaha dan kerja keras untuk mengalahkan diri sendiri agar mampu membuka hati untuk memaafkan.

Hal yang paling berat bagi saya adalah saat memaafkan sahabat baik yang telah menyebabkan saya masuk DPO dan akhirnya berada dalam tahanan. Tapi  saya bersyukur telah diberikan kekuatan untuk mampu membuka hati untuk memaafkan semua orang yang saya sayangi, tapi telah menghianati saya.

Mengubah Hal Negatif Menjadi Positif

Bersyukurlah kita yang dikhianati! Wah, apa masih waras nih, yang menulis? Masa iya sudah dikhianati masih bilang bersyukur?Di sinilah kita dituntut untuk mampu mengubah sesuatu yang negatif menjadi positif mana yang lebih baik, dikhianati atau menghianati? Keduanya pasti tidak baik. Akan tetapi, daripada kita yang menjadi penghianat yang akan menjadi noda abadi sepanjang hayat kita, maka bersyukurlah bahwa kita sudah dikhianati. Karena hal ini menjadi pelajaran tak ternilai bagi kita, untuk tidak pernah menghianati siapapun dalam hidup kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun