Kehilangan Kebebasan
Sewaktu belum menikah,masing masing pihak bebas merdeka,layaknya burung burung diudara. Mau terbang kemana saja,selama masih kuat mengepakkan sayap,tidak bakalan ada yang menghalangi. Mau pulang sarang siang,sore atau malam juga urusan pribadi . Bahkan mau numpang nginap disarang teman juga no problem. Pulang kemalaman ,karena nonton midnight show ,juga no problem .Lapar ? Bisa makan dimana saja.
Baik pria,maupun wanita sebelum menikah bebas tebar pesona kepada siapa saja. Bahkan kalau dapat linknya dan diajak makan malam juga OK. Kalau lagi liburan ,periksa rekening di bank . ternyata cukup untuk ikut tur Nah,cuma tinggal bilang sama papi mami., bahwa tanggal sekian akan ikut tur keliling Pulau Jawa atau bahkan keliling dunia,juga tidak masalah
Tiba tiba Semuanya Berubah
Begitu menikah,tiba tiba lockdown ketat sudah langsung diberlakukan. Jangankan pulang malam,pulang sore saja bakalan diinterogasi ,:"Darimana saja tadi? Sama siapa? Mengapa ? Dan ditutup dengan pesan :" Lain kali jangan begitu ya sayang" . Untuk langkah awal,masih menggunakan kata :"Sayang" ,tapi bilamana aturan lockdown dan social distancing masih terus dilanggar,maka kata "sayang " ini bisa berubah menjadi kata kata yang vulgarÂ
Sebagai contoh aktual.ketika kami menikah,maka hal yang pertama kami rasakan adalah tiba tiba semuanya berubah. Biasanya makan ,suka suka saja,tapi kini setelah menikah,harus duduk makan di tempat yang sudah disediakan oleh istri. Begitu juga halnya dengan istri,mau kerumah teman.harus izin dulu dan bakalan ditanya,ada apa kerumah teman ?Â
Dan seterusnya. Belum lagi hobi yang berbeda.Saya hobi berburu dan mancing,biasanya kalau hari Minggu sejak subuh sudah keluar kota untuk berburu dan baru pulang ketika sudah senja. Atau seharian kelaut memancing dan baru pulang malam hari. Kini semuanya itu sudah tinggal kenangan masa laluÂ
Baik diri saya,maupun istri saya,keduanya sangat merasakan bahwa sejak menikah,kami sudah bukan lagi manusia bebas seutuhnya,melainkan saling mengikat. Karena memang sudah ada niat,untuk hidup rukun dan damai,,maka kami masing masing ,secara bertahap sudah dapat membatasi Saling menghargai dan saling mengerti,menyebabkan kami berhasil melalui hidup pernikahan selama lebih dari 55 tahun
Tidak Ada Bos Dalam Rumah TanggaÂ
Walaupun dalam sebuah keluarga ,suami disebut sebagai Kepala Rumah Tangga, tapi bukan berarti suami jadi Boss dalam keluarga. Sehingga menjauhkan diri dari sikap arogan  dan ingin menang sendiri. Begitu juga dengan istri,walaupun disebut sebagai "Ratu rumah tangga" ,tapi tentu bukanlah berarti kerjanya hanya bersolek sepanjang hari. Â
Sejak dari awal pernikahan,kami sudah membiasakan diri mengunakan kata:"Tolong ambilkan air sayang" dan " Terima kasih ya sayang" , Hal ini kami lestarikan hingga sama sama menua. Kami tidak peduli,mungkin ada yang mengatakan :" wah,sudah kakek nenek masih mesra mesraan" Bahkan kami makan sepiring berdua .Â
Semoga cuplikan perjalanan hidup ini, dapat menjadi masukan bagi pasangan yang masih muda ,maupun yang akan menikah.Bahwa sebelum menikah masing masing harus sadar diri,bahwa menikah adalah saling mengikat diri .Dan orang yang terikat,bukan lagi orang bebas
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H