Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemulung Sesungguhnya Ikut Berperan Aktif Atasi Masalah Sampah Plastik

11 Juli 2020   12:00 Diperbarui: 11 Juli 2020   12:04 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi Tidak Pernah Mendapatkan Perhatian Pemerintah Setempat

Kita semua sudah pernah menyaksikan apa yang dikerjakan oleh seorang Pemulung. Yakni memilih dan memilah mana yang sampah plastik dan mana yang bukan. Sampah plastik ini bisa berupa botol minuman air mineral, tapi bisa juga kelengkapan alat rumah tangga yang sudah tidak terpakai lagi dan dibuang pemiliknya.

Bilamana tidak ada pemulung yang memilih dan kemudian menjual ke pabrik untuk didaur ulang, maka dapat dipastikan sampah plastik ini akan menjadi limbah abadi ditempat pembuangan akhir. Atau boleh jadi bila hujan lebat dan banjir, maka sampah dari aneka ragam plastik ini akan terhanyut dan mencemari sungai dan laut dan disana menjadi sampah abadi.

Sayang sekali, hingga saat ini belum pernah diberitakan adanya perhatian dari pemerintah setempat terhadap kinerja kaum Pemulung ini.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Salah Satunya Adalah Contoh di Bawah Ini

Ketika saya dan istri berkesempatan untuk pulang ke tanah air, maka tentu saja yang pertama kami cari adalah putra kami sekeluarga yang masih tinggal di Jakarta. Tapi karena kami tiba sudah siang hari, maka seperti biasanya putra kami sibuk di kantornya di jalan Tongkol, Rawamangun, Jakarta Timur. Di samping pintu pagar rumah, kami temui seorang pria yang sedang sibuk memilah-milah onggokan sampah plastik. Langsung saya dekati dan berinteraksi dengan pria ini yang mengaku bernama M. Syafei (nama sesungguhnya).

M.Syafei menjawab pertanyaan saya sambil tangannya  dengan cekatan membersihkan hasil karyanya. M.Syafei mengaku sudah berusia lebih dari 60 tahun dan berasal dari Demak. Dan sudah 6 tahun menggeluti pekerjaan ini demi menafkahi anak istri. Pria ini mengaku berterima kasih kepada putra kami Irwan Effendi, yang telah mengizinkannya menempatkan gerobaknya di depan pagar Gerobak ini memiliki multi guna yakni selain dari digunakan memungut sampah plastik, sekaligus sebagai tempat tinggalnya selama enam tahun di sini.

pemulung-4-5f090bf2d541df5ff772e222.jpg
pemulung-4-5f090bf2d541df5ff772e222.jpg

ket. foto: M.Syafei terlelap di samping "rumahnya" yang berwarna merah/dok tjiptadinata effendi

Masih menurut Syafei, hasil kerja kerasnya ini tidak sia-sia karena telah berhasil membiayai putra satu satunya hingga lulus SMP. Dengan bangga menceritakan bahwa putranya lulus dengan nilai terbaik. Ketika menceritakan hal ini, tampak matanya berkaca-kaca, bukan karena menyesali nasibnya melainkan bangga. Dengan kerja keras sebagai Pemulung, ternyata ia mampu menyekolahkan anaknya hingga lulus SMP dan masih akan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Belum Ada Perhatian dari Pemerintah Setempat

Ketika ditanya apakah ada bantuan dari pemerintah setempat karena ia sudah ikut membersihkan lingkungan agar bersih dari sampah plastik, pria ini hanya menggelengkan kepala sambil berucap,

"Sudah bisa dapat kesempatan cari nafkah secara halal gini, sudah bersyukur, Pak."

Ternyata perjalanan hidup M.Syafei jauh lebih pahit ketimbang perjalanan hidup yang pernah kami rasakan yakni selama tujuh tahun hidup di pasar kumuh, tapi saya tetap bisa berkumpul dengan anak istri. Sedangkan M.Syafei hanya bisa sekali setahun bertemu anak istri di Demak, yakni saat hari Raya Idul Fitri.

Ketika saya menyerahkan sedikit rasa empati saya ketangannya, pria tangguh ini malah menangis terharu. Hanya sebuah pemberian kecil yang kalau di Australia hanya cukup untuk sekali makan siang, tapi bagi Syafei sudah merupakan kegembiraan besar.

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun