Tapi Tidak Pernah Mendapatkan Perhatian Pemerintah Setempat
Kita semua sudah pernah menyaksikan apa yang dikerjakan oleh seorang Pemulung. Yakni memilih dan memilah mana yang sampah plastik dan mana yang bukan. Sampah plastik ini bisa berupa botol minuman air mineral, tapi bisa juga kelengkapan alat rumah tangga yang sudah tidak terpakai lagi dan dibuang pemiliknya.
Bilamana tidak ada pemulung yang memilih dan kemudian menjual ke pabrik untuk didaur ulang, maka dapat dipastikan sampah plastik ini akan menjadi limbah abadi ditempat pembuangan akhir. Atau boleh jadi bila hujan lebat dan banjir, maka sampah dari aneka ragam plastik ini akan terhanyut dan mencemari sungai dan laut dan disana menjadi sampah abadi.
Sayang sekali, hingga saat ini belum pernah diberitakan adanya perhatian dari pemerintah setempat terhadap kinerja kaum Pemulung ini.
Salah Satunya Adalah Contoh di Bawah Ini
Ketika saya dan istri berkesempatan untuk pulang ke tanah air, maka tentu saja yang pertama kami cari adalah putra kami sekeluarga yang masih tinggal di Jakarta. Tapi karena kami tiba sudah siang hari, maka seperti biasanya putra kami sibuk di kantornya di jalan Tongkol, Rawamangun, Jakarta Timur. Di samping pintu pagar rumah, kami temui seorang pria yang sedang sibuk memilah-milah onggokan sampah plastik. Langsung saya dekati dan berinteraksi dengan pria ini yang mengaku bernama M. Syafei (nama sesungguhnya).
M.Syafei menjawab pertanyaan saya sambil tangannya  dengan cekatan membersihkan hasil karyanya. M.Syafei mengaku sudah berusia lebih dari 60 tahun dan berasal dari Demak. Dan sudah 6 tahun menggeluti pekerjaan ini demi menafkahi anak istri. Pria ini mengaku berterima kasih kepada putra kami Irwan Effendi, yang telah mengizinkannya menempatkan gerobaknya di depan pagar Gerobak ini memiliki multi guna yakni selain dari digunakan memungut sampah plastik, sekaligus sebagai tempat tinggalnya selama enam tahun di sini.
ket. foto: M.Syafei terlelap di samping "rumahnya" yang berwarna merah/dok tjiptadinata effendi
Masih menurut Syafei, hasil kerja kerasnya ini tidak sia-sia karena telah berhasil membiayai putra satu satunya hingga lulus SMP. Dengan bangga menceritakan bahwa putranya lulus dengan nilai terbaik. Ketika menceritakan hal ini, tampak matanya berkaca-kaca, bukan karena menyesali nasibnya melainkan bangga. Dengan kerja keras sebagai Pemulung, ternyata ia mampu menyekolahkan anaknya hingga lulus SMP dan masih akan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.Â