Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Minta Maaf dengan Air Mata Berlinang?

3 Juli 2020   09:34 Diperbarui: 3 Juli 2020   09:36 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menangis Bukan Karena Menyesal, Tapi Karena Merasa Rugi

Tidak jarang orang minta maaf sambil menangis,tapi bukan karena menyesal sudah melakukan kesalahan,melainkan karena pertimbangan untung rugi. Misalnya, ada orang yang sudah melakukan penipuan tapi ternyata ketahuan. Ia mohon maaf sambil menangis meraung-raung, tapi bukan karena menyesal telah melakukan kesalahan, tapi karena orang yang ditipu ternyata adalah calon  mertua sendiri. Maka air mata yang keluar bukanlah terbit dari lubuk hati terdalam, melainkan karena merasa hubungannya dengan pacarnya bakalan diputus karena yang ditipu adalah calon mertua sendiri.

Atau ada juga yang mencuri,kemudian mengembalikan barang yang dicuri sambil menangis bombay. Tapi sesungguhnya ia mengembalikan barang yang dicuri sambil air mata berceceran di lantai bukan karena menyesal telah melakukan kesalahan melainkan karena perhiasan yang dicuri ternyata cuma imitasi.

Contoh ini bukan bermaksud menulis tentang humor melainkan semata-mata memberikan gambaran bahwa kalau ada yang mohon maaaf sambil air matanya mengalir seperti pipa air yang bocor, jangan cepat-cepat terharu, tapi perlu disimak duiu, kepentingannya minta maaf. Bila memang tidak ada embel embelnya, maka tentu saja dengan berlapang dada kita menerima permohonan maafnya. Karena sudah ada takarannya, ketika kita berdoa siang malam,

"Ampunilah kesalahan saya, seperti saya juga telah memaafkan orang yang bersalah kepada saya."

Renungan kecil,sambil menikmati hangatnya sinar mentari pagi

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun