Karena Suatu Waktu Setiap Orang Akan Turun Panggung
Sesunggguhnya sudah begitu banyak contoh contoh hidup yang dapat dijadiikan pedoman hidup bahwa kesombongan hanya akan mempertinggi tempat jatuh. Tapi ternyata banyak orang yang merasa bahwa posisinya sudah tidak akan tergoyahkan lagi. Sikap topdown, merasa diri paling hebat, paling berkuasa dan merupakan satu satunya pengambil keputusan seringkali menjerumuskan orang ke dalam keangkuhan diri.Â
Sikapnya berubah secara drastis. Kalau sebelum berada di posisi puncak masih sering bercanda dan minum kopi bareng setelah dipromosikan menduduki posisi sebagai Decision Maker, maka sikapnya berubah total  Berbicara seakan akan semua orang berada di bawah level dirinya. Dan hal ini berlangsung sejak zaman telepon masih pakai tali di pohon, hingga di era digital ini. Seakan-akan bersikap angkuh akan mampu mendongkrak citra diri menjadi agung.
Berbagi Sepotong Pengalaman Hidup
Sewaktu masih tinggal bersama orang tua kami di daerah Pulau Karam di kota Padang, di belakang rumah kami ada beberapa keluarga yang tinggal menyewa rumah petak yang tipe 36. Kalau dikatakan kami sudah keluarga miskin, tapi setidaknya orang tua masih punya rumah sendiri. Sedangkan yang tinggal di belakang rumah kami, mereka menyewa masing-masing satu petak.
Hubungan kami sangat akrab, mungkin karena merasa sama-sama senasib dan sepenanggungan. Karena di halaman rumah kami ada pohon jambu, rambutan, mangga dan kuini, maka bila sedang berbuah walaupun sesungguhnya kami butuh uang, tapi untuk tetangga, tak sekali jua kami menerima uang.
Salah seorang penghuni di rumah petak di belakang rumah orang tua kami, sebut saja namanya Abun, yang selama bertahun-tahun kerja serabutan, entah dapat hokki dari mana, tiba-tiba saja mendapatkan pekerjaan di proyek. Dan dalam waktu tidak sampai setahun, hidup mereka  berubah total. Tentu saja sebagai tetangga, kami ikut senang. Abun membeli tanah kosong masih di lokasi yang sama dan membangun rumah permanen.Â
Sikapnya Berubah TotalÂ
Sejak tinggal di rumah baru yang termasuk megah untuk ukuran di kampung kami, sikap Abun mulai berubah total. Kalau biasanya sangat ramah dan sering datang bertandang dan duduk bersama makan ubi rebus yang disediakan ibu saya (alm.), sejak tinggal dirumah barunya, jangankan singgah, bahkan kalau bertemu muka, walaupun hanya berjarak satu meter, ia hanya mengangkat hidungnya, sebagai jawaban kalau kami menyapanya. Padahal walaupun kami miskin, tak pernah sekali juga minjam uang atau minta bantuan apapun.
Sejak saat itu, hubungan kami terputus, apalagi kemudian Abun pindah ke rumah yang lebih besar dan menjadi pengusaha sukses.
Belasan Tahun Berselang