Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hindari Kata "Tidak Mungkin"

12 Juni 2020   20:19 Diperbarui: 12 Juni 2020   20:31 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena Akibatnya Kita Akan Terkurung Dipenjara yang Diciptakan Sendiri

Kekeliruan yang paling sering dilakukan orang adalah terlalu cepat memvonis  suatu hal yang tidak dipahaminya sebagai suatu hal yang "tidak mungkin'. Padahal kalau kita tidak tahu atau belum paham, mengapa harus malu bertanya?

Sebagai contoh, sewaktu anak anak masih duduk di bangku SMP saya kalau ada PR yang tidak dipahami, mereka akan bertanya kepada saya atau istri, Tetapi kini, dalam banyak hal justru kami yang bertanya kepada anak cucu, khususnya hal hal yang menyangkut surat-surat dalam bahasa Inggris atau cara menggunakan perangkat komputer.

Karena, kalau setiap kali terbentur pada masalah yang tidak dipahami dan kita buru-buru menutupnya dengan kata "tidak mungkin" sesungguhnya telah menjerumuskan kita kedalam penjara virtual yang kita ciptakan sendiri. Karena setiap kali kita mengucapkan kata "tidak mungkin" maka dapat dikatakan satu tiang sudah dipancangkan. Dan semakin sering kita mengucapkannya, maka semakin banyak tiang yang kita pancang di sekeliling kita hingga akhirnya secara tanpa sadar, kita sudah mengurung diri dalam penjara yang kita ciptakan sendiri.

Pikiran Selalu Mendahului Realita

Untuk dapat memahami hal ini tidak perlu buang waktu untuk berselancar di google, cukuplah sebuah contoh sederhana yang setiap hari kita lakukan, misalnya kita merasa lapar dan berpikir "Saya mau makan". Dan dalam waktu singkat pikiran kita akan menjadi kenyataan, baik kita makan di rumah sendiri ataupun mencari warung terdekat. Tetapi dalam hal yang lebih besar, tentu butuh waktu untuk mewujudkan apa yang dipikirkan menjadi nyata.

Misalnya, bila  kita berpikir, "suatu waktu saya akan memiliki rumah milik sendiri", Maka buah pikiran ini diserap oleh alam bawah sadar dan sejak saat itu proses penjelmaan sudah mulai berlangsung, kalau pikiran ini menjadi hasrat hati dan keyakinan diri dan diikuti dengan kerja keras, tanpa kenal menyerah, maka suatu waktu apa yang dulunya hanya merupakan sebuah gambaran dalam alam pikiran kita, akan menjadi sebuah kenyataan. 

Tetapi bila kita berpikiran negatif "Ah tidak mungkinlah, Saya harus tahu diri. Jangankan membangun rumah, untuk makan sehari hari saja sudah susah." Bila pikiran ini kita biarkan mengendap dan diulang-ulangi, maka secara tanpa sadar, kita sudah menutup peluang untuk mengubah nasib kita. 

Mungkinkah Seorang Guru SD Menjadi Seorang Eksportir?

Bila kita mengajukan pertanyaan ini,maka hampir dipastikan sebagian besar jawaban adalah "Tidak mungkin!" Mana mungkin guru SD bisa menjadi pengusaha? Apalagi sampai menyekolahkan anak-anak ke luar negeri? Ngaco, mimpi di siang bolong!" Dan seterusnya. Hal inilah yang 50 tahun lalu saya dengarkan dengan telinga sendiri. Bahkan saya dan istri dianggap sudah sinting, saking susahnya hidup kami. Pada waktu itu seingat saya tahun 70-an.

Tapi di tahun 1980, kami sudah membangun rumah permanen di Komplek Wisma Indah I no. 6 Ulak Karang Padang. Lengkap dengan paviliun berlantai 3 dan satu kolam renang pribadi, serta taman bermain untuk anak-anak kami. Dan kelak ketiga anak anak kami menyelesaikan studi mereka di Luar negeri. Dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan, semua impian kami satu persatu menjadi kenyataan. 

Artikel ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadi, jauh dari maksud pamer pencapaian, melainkan semata mata untuk memotivasi semua orang yang masih dalam mencari jalan untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik bahwa, prinsipnya bahwa sesunguhnya tidak ada yang mustahil dalam hidup ini, asalkan kita yakin dan percaya dan bertekad untuk kerja keras dan cermat. Apakah impian kita akan menjadi nyata atau tidak, keputusan terakhir ada di tangan Tuhan.

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun