Karena Otak Selalu Menghitung Untung Rugi
Sebagai orang yang pernah berkecimpung secara aktif di dunia bisnis selama belasan tahun sebagai Eksportir Biji Kopi dan Cassia, maka secara alami saya sudah mempelajari banyak hal. Antara lain bahwa dalam berbisnis mutlak harus menggunakan otak. Karena secara alami otak akan bekerja secara otomatis untuk menghitung untung rugi sebelum bertindak membeli atau menjual sesuatu. Otak kita sendiri, terbagi atas otak kanan dan otak kiri yang memiliki sifat sifat yang berbeda. Otak kanan memiliki daya imaginasi yang luar biasa dan dapat memprediksi bahwa setelah berbisnis beberapa tahun apa yang dapat dicapai.Â
Dan setelah mulai berperan aktif dalam berbisnis, maka posisi otak kanan akan digeser olah otak kiri yang dominan dalam hitung-hitungan bahkan hingga hal hal yang sekecil apapun. Jadi otak kanan dan otak kiri bersinergi dalam membangun sebuah bisnis, Sementara orang yang hanya didominasi oleh otak kiri tidak mampu memulai bisnis karena terlalu banyak berpikir dan berhitung sehingga akhirnya tidak berani berbuat apa-apa, karena otak kiri  ,mendominasi masalah untung rugi sehingga sedetai detailnya.Â
Tapi ketika kita memberi, maka hati kita yang berperan Karena hati sifatnya adalah memberi tanpa pamrih. Karena kalau memberikan sesuatu pada orang lain berdasarkan otak. Maka otak kita akan mengalkulasi, karena otak tidak mau rugi.Â
Kalau disumbangkan barang senilai 1 juta rupiah, maka apa yang akan didapat? Â Atau kalau saya memberikan hadiah sebuah mobil untuk seorang Pejabat, proyek apa yang akan saya dapat? Apakah hasilnya akan lebih besar dibandingkan dana yang dikeluarkan untuk membeli hadiah? Â Kalau tidak yakin akan untung atau setidaknya pulang modal, maka otak akan memerintahkan untuk membatalkan pemberian. Padahal apapun yang kita berikan bila untuk medapatkan imbalan atau mungkin popularitas maka sesungguhnya bukan lagi bernilai sebagai sebuah pemberian, tapi sebuah bisnis terselubung
Kasih itu jangan pura pura
Pemberian yang tulus, bersifat universal  dan lntas suku, budaya, dan agama. Bila hati kita tersentuh, maka ketika kita memberi ,tak sedetikpun terpikir dalam diri kita, apa yang akan saya dapat atau apa keuntungannya?  Atau apakah orang yang akan dibantu sesuku atau seiman dengan diri kita. Karena kasih itu bersifat lintas batas dan jauh dari ke pura puraan
Giving is giving. Memberi adalah memberi. Dan hal ini hanya dapat dilakukan bila kita mau membuka hati kita terhadap penderitaan orang lain, siapapun adanya.
Tjiptadinata Effendi