Silakan Disimak Faktanya
Membaca judul di atas terkesan seakan sebuah candaan karena bagi yang belum pernah menerbitkan sebuah karya tulis dalam bentuk buku, mungkin masih terikat pada pola pikir bahwa menulis buku itu rumit dan sulit. Saya memang termasuk orang yang suka bercanda, tapi tidak dalam hal ini. Karena bagi saya, bercanda ketika orang serius mendengarkan atau menyimak tulisan kita berarti secara tidak langsung mempermainkan perasaan orang. Dan itu bukanlah hal yang patut dilakukan apalagi dicontoh.
Bukan Promosi Buku
Perlu saya jelaskan sejak awal bahwa tulisan ini bukan dalam rangka promosi buku secara terselubung karena ke 9 judul buku saya yang diterbitkan oleh PT Elexmedia Computindo di Jakarta sudah sejak lama tidak lagi diterbitkan lagi. Tepatnya sejak saya dan istri menetap di Australia. Jadi sesuai dengan isi perjanjian kerja sama, bilamana dalam waktu satu tahun buku tidak lagi diterbitkan, maka hak cipta untuk penerbitan kembali ketangan Penulis. Dalam hal ini, kembali ke tangan saya sebagai Penulis. Tapi saya juga tidak pernah mencetak ulang lagi di tempat lain karena saya dan istri ingin menikmati hidup tanpa terganggu dengan urusan bisinis apapun lagi. Walaupun jauh dari sebutan "kaya", tapi kami bersyukur kepada Tuhan, semua kebutuhan kami sudah tercukupi.
Kembali ke Judul
Sebelum mulai menulis buku, saya datangi kantor PT Elexmedia Computindo di Jalan Palmerah di Jakarta, tepatnya di Gedung Kompas. Pada waktu itu bertemu dengan Pak Ir. Arie Subagijo. Saya jelaskan maksud kedatangan saya dan rencana mau menulis buku tentang cara merawat diri sendiri secara alami, tanpa obat obatan dan tanpa ramu  ramuan. Pak Arie, langsung bilang begini, "Ok, berapa lama pak Effendi bisa mempersiapkan naskahnya? Tidak masalah dalam bentuk draft. Saya ingin tahu intinya seperti apa?"
Langsung saya jawab, "3 hari pak Arie."Â
Mendengar jawaban saya, Pak Arie bertanya, "Serius nih, Pak Effendi?"
"Ya pak, pulang dari sini, akan langsung saya siapkan," dan saya langsung pamitan.
Senangnya bukan main. Sekali melangkah langsung disambut penerbit mayor. Puji Tuhan.
Sejak hari itu, saya bilang sama istri saya, selama tiga hari saya tidak mau ke mana-mana, saya mau menulis dan istri saya dengan berbesar hati memberikan dukungan sepenuh hati. Maka bagaikan akan mendapat hadiah besar, saya menulis dari pagi hingga malam, hanya berhenti untuk makan dan minum dan 2 hari naskah selesai. Langsung saya antarkan dan bertemu dengan Pak Arie Subagijo.
Saya serahkan naskah dan kata Pak Arie, "Pak Effendi tidak buru-buru kan,silakan duduk pak, saya mau langsung periksa."
Bagaikan anak sekolahan yang hasil ujiannya diperiksa pak guru, kira-kira seperti itulah perasaan saya pada waktu itu. Namun tiba-tiba saya tengok tangan pak Arie mencoret coret naskah yang sudah saya ketik susah payah. Rasanya bagaikan ice cream kena sinar matahari, luapan kegembiraan saya langsung mencair. 10 menit, saya rasakan bagaikan sudah berjam-jam saya duduk di kursi, bagaikan terdakwa yang diadili.
Hore Naskah Saya Diterima
Pak Arie tiba-tiba berdiri, menatap mata saya dengan wajah cerah dan menyalami saya sambil berkata, "Deal, Pak Effendi, bagus. Tapi masih banyak yang musti dilengkapi, sesuai dengan catatan saya di sini. Mengenai foto-foto pendukung, Pak Effendi serahkan saja, kami yang akan mengerjakannya."
Rasanya bagaikan terbang ke langit ketujuh perasaan saya, padahal langit tingkat satu saja saya belum pernah. Yang penting "deal" mengenai ada yang harus dilengkapi, "no problem at all".
Dengan hati yang penuh dengan bunga-bunga saya langsung pamitan. Saking senangnya, sampai saya salah arah jalan keluar .
Begitu tiba di rumah, saya mulai bercerita pada istri saya, seakan saya bagaikan pahlawan yang baru memenangkan perang. Singkat cerita, enam kali saya bulak-balik, akhirnya buku perdana diterbitkan. Dan kemudian menyusul 8 judul buku lainnya. Buku-buku ini mengalami cetak ulang dari 11 kali hingga 15 kali dan kemudian masuk koran Kompas sebagai buku National Best Seller.
Menulis di Kompasiana Ternyata Lebih Sulit
Saya mulai menulis di Kompasiana pada tanggal 14 Oktober 2012. Awal pertama menulis, saya gagap benaran. Karena ada beberapa hal yang harus dikuasai, antara lain:
- Tulis dan edit sendiri
- cari gambar pendukungÂ
- kalau gambar kebesaran,harus mampu mengedit sendiri
- kalau bukan dokumen pribadi, harus mencantumkan nama sumber
- lupa atau tidak ingat mencantumkan nama sumber, maka tulisan dihapus
- perlu berkunjung ke tulisan teman-teman
- perlu membalas komentar dari teman-teman
- mengutip lebih dari yang diizinkan tulisan dihapus
- menulis hal hal berbau promosi, tulisan dihapusÂ
Dalam kalimat lain, bila sudah bisa menulis di Kompasiana, maka sudah pasti bisa menulis karya tulis untuk dibukukan. Nah, teman-teman, tunggu apalagi? Minimal satu buku sebagai warisan untuk anak cucu kelak !
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H