Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menulis Buku Lebih Mudah Dibanding Menulis di Kompasiana

3 April 2020   19:21 Diperbarui: 3 April 2020   21:04 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi | buku ini sudah sejak 14 tahun lalu tidak dicetak lagi, jadi tulisan ini bukan promosi buku

Sejak hari itu, saya bilang sama istri saya, selama tiga hari saya tidak mau ke mana-mana, saya mau menulis dan istri saya dengan berbesar hati memberikan dukungan sepenuh hati. Maka bagaikan akan mendapat hadiah besar, saya menulis dari pagi hingga malam, hanya berhenti untuk makan dan minum dan 2 hari naskah selesai. Langsung saya antarkan dan bertemu dengan Pak Arie Subagijo.

Saya serahkan naskah dan kata Pak Arie, "Pak Effendi tidak buru-buru kan,silakan duduk pak, saya mau langsung periksa."

Bagaikan anak sekolahan yang hasil ujiannya diperiksa pak guru, kira-kira seperti itulah perasaan saya pada waktu itu. Namun tiba-tiba saya tengok tangan pak Arie mencoret coret naskah yang sudah saya ketik susah payah. Rasanya bagaikan ice cream kena sinar matahari, luapan kegembiraan saya langsung mencair. 10 menit, saya rasakan bagaikan sudah berjam-jam saya duduk di kursi, bagaikan terdakwa yang diadili.

Hore Naskah Saya Diterima

Pak Arie tiba-tiba berdiri, menatap mata saya dengan wajah cerah dan menyalami saya sambil berkata, "Deal, Pak Effendi, bagus. Tapi masih banyak yang musti dilengkapi, sesuai dengan catatan saya di sini. Mengenai foto-foto pendukung, Pak Effendi serahkan saja, kami yang akan mengerjakannya."

Rasanya bagaikan terbang ke langit ketujuh perasaan saya, padahal langit tingkat satu saja saya belum pernah. Yang penting "deal" mengenai ada yang harus dilengkapi, "no problem at all".

Dengan hati yang penuh dengan bunga-bunga saya langsung pamitan. Saking senangnya, sampai saya salah arah jalan keluar .

Begitu tiba di rumah, saya mulai bercerita pada istri saya, seakan saya bagaikan pahlawan yang baru memenangkan perang. Singkat cerita, enam kali saya bulak-balik, akhirnya buku perdana diterbitkan. Dan kemudian menyusul 8 judul buku lainnya. Buku-buku ini mengalami cetak ulang dari 11 kali hingga 15 kali dan kemudian masuk koran Kompas sebagai buku National Best Seller.

Menulis di Kompasiana Ternyata Lebih Sulit

Saya mulai menulis di Kompasiana pada tanggal 14 Oktober 2012. Awal pertama menulis, saya gagap benaran. Karena ada beberapa hal yang harus dikuasai, antara lain:

  • Tulis dan edit sendiri
  • cari gambar pendukung 
  • kalau gambar kebesaran,harus mampu mengedit sendiri
  • kalau bukan dokumen pribadi, harus mencantumkan nama sumber
  • lupa atau tidak ingat mencantumkan nama sumber, maka tulisan dihapus
  • perlu berkunjung ke tulisan teman-teman
  • perlu membalas komentar dari teman-teman
  • mengutip lebih dari yang diizinkan tulisan dihapus
  • menulis hal hal berbau promosi, tulisan dihapus 

Dalam kalimat lain, bila sudah bisa menulis di Kompasiana, maka sudah pasti bisa menulis karya tulis untuk dibukukan. Nah, teman-teman, tunggu apalagi? Minimal satu buku sebagai warisan untuk anak cucu kelak !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun